Organisasi kesehatan dunia (WHO) menghentikan uji coba penggunaan hidroksiklorokuin dan klorokuin untuk mengobati pasien terinfeksi Covid-19. Kini, percobaan menggunakan kombinasi obat HIV lopinavir/ritonavir juga disetop.
Alasannya, penggunaan obat-obat itu tak efektif mengurangi angka kematian akibat virus corona. “Hasil uji coba sementara ini menunjukkan bahwa hidroksiklorokuin dan lopinavir/ritonavir menghasilkan sedikit atau tidak ada pengurangan kematian pasien Covid-19,” kata WHO dalam pernyataan resminya, dikutip dari Reuters, Minggu (5/7).
Data Worldometers juga menunjukkan, kasus positif corona mencapai 11.371.646 per pagi, hari ini. Dari jumlah tersebut, 532.856 meninggal dunia dan 6.431.636 sembuh.
(Baca: WHO: Uji Coba Pengobatan Virus Corona Menunjukkan Data yang Positif)
Amerika Serikat (AS) pun memutuskan untuk menghentikan uji coba penggunaan hidroksiklorokuin dan lopinavir/ritonavir. Hal ini berdasarkan rekomendasi komite pengarah uji coba internasional (trial’s international steering committee).
Sedangkan remdesivir untuk penanganan pasien terinfeksi Covid-19 masih digunakan dengan syarat. Sebab, obat buatan Gilead ini terbukti mempersingkat waktu pemulihan pasien di rumah sakit.
Sekadar informasi, ada lima cabang pendekatan pengobatan pasien terjangkit corona. Cabang ini di antaranya perawatan standar, remdesivir, hidroksiklorokuin, lopinavir/ritonavir, dan lopinavir/ritonavir yang dikombinasikan dengan interferon.
(Baca: Peneliti Hong Kong: Kombinasi 3 Obat Efektif Atasi Sakit Corona Sedang)
Direktur jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, hampir 5.500 pasien di 39 negara dilibatkan untuk uji coba pengobatan terkait virus corona. WHO menargetkan hasilnya dapat diketahui dalam dua pekan.
Selain itu, ada 18 kandidat vaksin virus corona yang diuji coba kepada manusia sejauh ini. Hampir 150 orang yang ikut percobaan masuk tahap pengembangan.
Ahli kedaruratan utama WHO Mike Ryan menyampaikan, tidak bijaksana bila memprediksi kapan vaksin siap. Ia hanya mengungkapkan bahwa salah satu kandidat vaksin mungkin menunjukkan efektivitasnya pada akhir tahun ini.
Namun, pertanyaannya selanjutnya yakni seberapa cepat kandidat vaksin itu dapat diproduksi secara massal. (Baca: WHO Desak RI Setop Hidroksiklorokuin dan Klorokuin untuk Obati Corona)