Khawatir Senasib dengan TikTok, Bigo Pindahkan Server dari Hong Kong

123RF.com/Opturadesign
Ilustrasi. Pemerintah Amerika Serikat memblokir aplikasi TikTok lantaran dianggap memberikan data kepada pemerintah Tiongkok.
Editor: Agustiyanti
18/8/2020, 10.42 WIB

Perusahaan penyedia layanan live streaming yang bersaing dengan TikTok, Bigo Technology memindahkan server mereka dari Hongkong ke Singapura. Langkah ini diambil lantaran perusahaan enggan bermasalah dengan Amerika Serikat eperti TikTok. 

Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa AS dapat memberikan lebih banyak tekanan pada perusahaan milik Tiongkok. Bigo memang belum disebut-sebut oleh otoritas AS sebagai aplikasi yang kemungkinan dilarang karena penyalahgunaan data pribadi. Namun, pejabat senior perusahaan mengatakan bahwa mereka berharap tidak terjebak pada kondisi yang sama dialami TikTok.

"Ada kekhawatiran tertentu. Agar aman, kami telah memutuskan untuk memastikan bahwa kami merelokasi ke Singapura."" kata Vice President of Government Relation Bigo Mike Ong dikutip dari Reuters pada Senin (17/8).

Perusahaan memindahkan server ke Singapura untuk keluar dari jangkauan undang-undang keamanan nasional Hongkong. Sejak UU berlaku, otoritas keamanan Hong Kong meminta perusaahaan teknologi untuk menyerahkan data pengguna. Perusahaan teknologi seperti Facebook, Google dan Microsoft menilai UU tersebut akan memberangus pengguna.

 Bigo awalnya merupakan perusahaan asal Singapura. Namu pada 2019, Bigo diakuisisi oleh JOYY, sebuah perusahaan asal Tiongkok yang terdaftar di NASDAQ. Alhasil, Bigo pun masuk dalam daftar aplikasi asal Tiongkok yang diblokir oleh Pemerintah India sebagai buntut konflik perbatasan kedua negara. 

Ong mengatakan bahwa meskipun perusahaan diakuisisi oleh JOYY, Bigo berjalan secara independen dan tidak bisa dikaitkan dengan Pemerintah Tiongkok. Perusahaan tidak menyediakan layanan di Tiongkok, dan memiliki manajemen, sumber daya, dan infrastruktur, termasuk pusat data secara swadaya.

Presiden AS Donald Trump  sebelumnya melarang aplikasi TikTok karena dianggap mengancam keselamatan negara. Pasalnya, TikTok memiliki data pribadi pengguna AS yang jumlahnya mencapai 100 juta orang.

Selain TikTok, Trump mengeluarkan perintah larangan bagi perusahaan AS menggunakan aplikasi pesan WeChat, termasuk melarang aplikasi tersebut tersedia di sistem operasi milik Apple, App Store.

Trump melarang aplikasi tersebut karena WeChat diketahui membagikan data penggunanya dengan pemerintah Tiongkok. Aplikasi itu juga dituduh menyensor topik tertentu yang bersifat politik. 

Sama halnya dengan AS, Pemerintah India ikut memblokir aplikasi tersebut. Alasannya, TikTok dapat mengancam keamanan serta gangguan privasi pengguna.

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan