Mengapa Negara di Asia Tak Berharap pada Vaksin Corona Buatan Pfizer?

ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/aww.
Ilustrasi, vaksin. Negara-negara Asia tak banyak berharap pada vaksin virus corona buatan Pfizer karena membutuhkan ruang penyimpanan ultra dingin.
11/11/2020, 14.15 WIB

Pfizer Inc dan BioNTech menyatakan vaksin virus corona yang dikembangkannya efektif mencegah Covid-19 hingga 90%. Kabar itu pun menjadi harapan besar bagi penanganan pandemi yang telah menewaskan lebih dari 1 juta jiwa.

Pfizer menyatakan tak menemukan masalah serius dalam uji klinis vaksin. Oleh karena itu, mereka akan mengajukan izin ke otoritas AS pada bulan ini.

Proses izin penggunaan darurat diproyeksi paling cepat pada Desember 2020. Jika izin sudah didapat, Pfizer memperkirakan dapat memproduksi 50 juta dosis vaksin per tahun, jumlah tersebut cukup untuk melindungi 25 juta orang.

Selanjutnya, perusahaan menargetkan dapat memproduksi vaksin hingga 1,3 miliar dosis pada 2021. Meski begitu, ada pekerjaan besar untuk mendistribusikan vaksin tersebut ke layanan kesehatan masyarakat.

Pasalnya, vaksin buatan Pfizer memerlukan tempat penyimpanan minus 70 derajat celcius. Hal itu menyebabkan negara-negara tropis kesulitan mendapatkan vaksin.

Dengan suhu yang panas, pulau-pulau yang tersebar dan terpencil, dan kelangkaan freezer ultra-dingin, banyak negara Asia tidak berharap pada vaksin yang dikembangkan Pfizer. Persyaratan tersebut merupakan tantangan yang sangat besar bagi negara-negara di Asia, serta di tempat-tempat seperti Afrika dan Amerika Latin.

Negara-negara di benua tersebut memiliki suhu panas yang diperparah oleh infrastruktur yang buruk. Hal itu bakal mempersulit upaya untuk menjaga "rantai dingin" selama pengiriman ke daerah pedesaan dan pulau-pulau terpencil.

“Ada syarat rantai dingin -70 derajat, kami tidak memiliki fasilitas seperti itu. Selain itu, teknologi yang digunakan Pfizer merupakan teknologi baru, kami tidak memiliki pengalaman dengan itu, jadi risikonya tinggi,” kata Sekretaris Kesehatan Filipina Francisco Duque kepada Reuters seperti dilansir pada Rabu (11/11).

Bahkan negara yang lebih kaya seperti Korea Selatan dan Jepang tak berekspektasi besar pada vaksin Pfizer. “Penyimpanan akan menjadi tantangan besar bagi kami,” kata Fumie Sakamoto, Manajer Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit Internasional St. Luke di Tokyo.

Sakamoto mengatakan dirinya tak yakin pemerintah Jepang dapat menjaga rantai dingin. Apalagi rumah sakit di Jepang biasanya tidak memiliki lemari es ultra dingin.

Jepang termasuk di antara tiga negara di Asia Pasifik yang telah mengumumkan kesepakatan pasokan untuk vaksin Pfizer-BioNTech. Negara tersebut telah menandatangani kesepakatan untuk 120 juta dosis, sedangkan Australia telah mengamankan 10 juta dosis, dan Fosun China telah mengamankan 10 juta dosis untuk Hong Kong dan Makau.

PHC Corp Jepang, yang memasok freezer medis, mengatakan kepada Reuters bahwa permintaan melonjak 150% pada tahun ini, Mereka pun meningkatkan produksi untuk memenuhi permintaan.

Kwon Jun-wook, seorang pejabat di Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (KDCA) Korea Selatan, mengatakan ingin melihat bagaimana kemajuan vaksinasi di negara lain terlebih dahulu. Setelah itu, mereka akan meninjau rantai pasokannya secara menyeluruh.

Negara tersebut baru-baru ini mengalami masalah penyimpanan dingin ketika harus membuang sekitar 5 juta dosis vaksin flu karena tidak disimpan pada suhu yang disarankan. Sebuah studi pada 2018 yang dilakukan oleh agensi menemukan bahwa hanya seperempat dari 2.200 klinik swasta yang memiliki lemari es medis, sedangkan 40% menggunakan lemari es rumah tangga.

Wakil Perdana Menteri Vietnam Vu Duc Dam menyatakan tak mengandalkan vaksin untuk keluar dari pandemi. Negara tersebut tetap menjalankan strategi yang terbukti berhasil, yaitu melalui pengujian massal yang agresif dan kontrol perbatasan yang ketat.

Pasalnya, pasokan vaksin sangat terbatas dibandingkan permintaan. Selain itu, negara-negara harus membayar deposit dalam jumlah besar untuk mendapatkan vaksin. 

"Menurut saya berisiko sangat tinggi dan membuang-buang uang serta waktu," ujar DamAS Kesulitan Mendapatkan Tempat Penyimpanan Sangat Dingin 

AS pun Kesulitan Mendapatkan Tempat Penyimpanan Suhu Rendah

Rumah sakit paling canggih di Amerika Serikat (AS) juga mengalami kendala dalam penyimpanan vaksin. Peneliti Senior di Johns Hopkins Center for Health Security, Amesh Adalja, mengatakan rumah sakit di kota besar AS tidak memiliki fasilitas penyimpanan ultra dingin. 

Salah satu rumah sakit paling bergengsi di AS, Mayo Clinic di Rochester, Minnesota, menyatakan tidak memiliki kemampuan untuk menyimpan vaksin di suhu sangat rendah. Ahli Virologi dan peneliti vaksi di Mayo Clinic, Gregory Poland, menyatakan hal tersebut bakal menjadi kendala besar bagi banyak negara bagian.

"Itu menjadi masalah logistik yang luar biasa, tidak hanya di AS tetapi juga di luar dunia Barat," kata Poland.

Persediaan lemari es ultra dingin memang sangat terbatas karena rumah sakit saling berebut. Beberapa negara bagian telah menyatakan kekurangan freezer ultra dingin.

Sedangkan negara bagian lainnya telah membeli freezer ekstra dingin. Salah satunya New Hampshire dan negara bagian lain tengah melobi admibistrasi Trump untuk mendapatkan dana tambhan untuk freezer tersebut.

Sedangkan California menyatakan persediaan freezer ultra dingin terbatas. Setengah dari departemen kesehatan negara bagian tengah mencari untuk membeli atau menyewa untuk penyimpanan tambahan.

Pasalnya, California tidak akan menyediakan pasokan vaksin ke fasilitas kesehatan tanpa kemampuan penyimpanan yang memandai. Oleh karena itu, ada usulan agar pemerintah membangun jaringan distribusi ultra dingin, termasuk klinik vaksin bergerak, untuk menjangkau daerah-daerah yang kurang terlayanai di seluruh negara bagian.

Juru Bicara Pfizer Kim Bencker mengatakan perusahaan bekerja sama dengan pemerintah AS dan pejabat negara tentang cara mengirimkan vaksin dari pusat distribusinya di AS, Jerman, dan Belgia ke seluruh dunia. Salah satu caranya yaitu menggunakan es kering saat mengangkut botol vaksin beku melalui udara dan darat pada suhu yang direkomendasikan hingga 10 hari.

Penyedia layanan kesehatan di negara bagian bertanggung jawab menyimpan dan mengelola vaksin setelah dikirimkan. Mereka dapat disimpan dalam freezer suhu sangat rendah hingga enam bulan atau selama lima hari pada suhu 2-8 derajat celcius, pendingin yang biasa tersedia di rumah sakit.

Pasalnya, vaksin bisa rusak dalam waktu lebih dari lima hari pada suhu pendingin normal, yaitu suhi yang berada sedikit di atas titik beku. CEO BioNTech Ugur Sahin mengatakan perusahaan tengah menganalisa apakah mereka dapat memperpanjang waktunya hingga dua minggu.

Di sisi lain, vaksin yang dikembangkan Modern Inc yang mengembangkan vaksin dengan teknologi yang sama tidak memerlukan penyimpanan dengan suhu serendah itu. Vaksin lain yang dikembangkan Johnson & Johnson dan Novavax Inc juga dapat disimpan pada suhu 2-8 derajat celcius, seperti suhu lemari es biasa.

Indonesia Tak Kerja Sama dengan Pfizer 

Untuk Indonesia, yang 273 juta penduduknya tersebar di lebih dari 17.000 pulau, sedang mempertimbangkan berbagai pasokan vaksin. Namun, vaksin Pfizer belum termasuk di antaranya.

Di sisi lain, perkembangan vaksin Indonesia, bernama Merah Putih, masih dalam tahap uji klinis fase 3. Satgas Penanganan Covid-19 meyakinkan bahwa vaksin Covid-19 akan aman digunakan manusia.

Menurut Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof. Wiku Adisasmito, vaksin yang masuk ke tubuh manusia akan menstimulasi imunitas tubuh. Vaksin Covid-19 tidak saja akan melindungi diri sendiri, juga orang lain yang tidak mendapatkan vaksinasi.

"Pemerintah memastikan vaksin Covid-19 aman, karena harus melalui tahapan uji praklinis dan klinis untuk memastikan keamanan, efektifitas dan dosis untuk digunakan manusia. Risiko yang ditimbulkan vaksin sangat rendah dan manfaat jauh lebih tinggi," ujar Wiku dalam konferensi pers virtual, Selasa (10/11/2020).

Meski begitu, Wiku kembali mengingatkan masyarakat untuk bekerja memerangi pandemi Covid-19. Caranya dengan menerapkan protokol kesehatan dalam keseharian 3M yakni memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir. Dengan begitu, Indonesia bisa segera terbebas dari pandemi Covid-19.

Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan