Ilmuwan: India Abaikan Peringatan Varian Baru Corona, Pasien Melonjak

ANTARA FOTO/REUTERS/Francis Mascarenhas/HP/sa.
Seorang wanita bereaksi t dia menerima dosis COVISHIELD, vaksin penyakit virus corona (COVID-19) yang diproduksi oleh Serum Institute of India, selama dimulainya "Festival Vaksinasi" empat hari di Mumbai, India, Minggu (11/4/2021).
Penulis: Desy Setyowati
1/5/2021, 11.42 WIB

Forum penasihat ilmiah yang dibentuk oleh pemerintah memperingatkan para pejabat India tentang varian baru virus corona, pada awal Maret. Namun, empat ilmuwan mengatakan, pemerintah tidak berusaha memberlakukan pembatasan mobilitas skala besar.

Sedangkan sebagian besar dari jutaan orang yang menghadiri festival keagamaan dan demonstrasi, tidak memakai masker. Padahal, “varian baru itu lebih mudah menular,” kata lima ilmuwan yang merupakan bagian dari forum tersebut, dikutip dari Reuters, Sabtu (1/5).

Kedua faktor tersebut dinilai mempercepat kenaikan kasus positif Covid-19 di India. “Infeksinya jauh lebih parah dibandingkan gelombang pertama tahun lalu,” kata beberapa ilmuwan.

Konsorsium Genetika SARS-CoV-2 India atau INSACOG memberikan peringatan tentang varian baru pada Maret lalu. “Ini disampaikan kepada seorang pejabat tinggi yang melapor langsung ke perdana menteri,” ujar salah satu ilmuwan yang menjabat direktur pusat penelitian di India utara, yang tidak ingin disebutkan namanya.

INSACOG dibentuk sebagai forum penasihat ilmiah oleh pemerintah pada akhir Desember lalu dan menyatukan 10 laboratorium nasional. Mereka bertugas mendeteksi varian genom virus corona yang berpotensi mengancam kesehatan masyarakat.

Peneliti INSACOG pertama kali mendeteksi B.1.617, yang sekarang dikenal sebagai varian virus India, pada awal Februari. Sumber mengatakan, temuan ini disampaikan ke Pusat Pengendalian Penyakit Nasional (NCDC) kementerian kesehatan sebelum 10 Maret.

Sekitar tanggal tersebut, INSACOG mulai menyusun draf pernyataan kepada media untuk kementerian kesehatan. Versi draf itu menguraikan temuan forum yakni varian India baru yang memiliki dua mutasi signifikan pada bagian yang menempel di sel manusia.

Varian itu tercatat menempel pada 15% hingga 20% pasien dari Maharashtra, negara bagian yang paling parah terkena dampak gelombang kedua virus corona di India.

Mutasi yang disebut E484Q dan L452R itu menjadi perhatian tinggi. “Ada data virus mutan E484Q yang lolos dari antibodi. Ada data bahwa mutasi L452R bertanggung jawab atas peningkatan penularan dan penurunan kekebalan,” kata dia.

Dengan kata lain, pada dasarnya, itu berarti bahwa versi virus yang bermutasi dapat dengan lebih mudah memasuki sel manusia dan melawan respons kekebalan seseorang.

Namun, kementerian mempublikasikan temuan itu sekitar dua minggu kemudian, pada 24 Maret. Pernyataan ini hanya mengatakan bahwa varian itu memerlukan tindakan, termasuk peningkatan pengujian dan karantina.

Pengujian pun meningkat hampir dua kali lipat menjadi 1,9 juta sehari.

Namun, ketua kelompok penasehat ilmiah INSACOG Shahid Jameel prihatin karena pihak berwenang dinilai tidak cukup memperhatikan bukti saat menetapkan kebijakan. Salah satunya, pembatasan aktivitas dinilai tidak ketat.

“Saya khawatir sains tidak diperhitungkan untuk mendorong kebijakan,” ujar dia. “Sebagai ilmuwan, kami memberikan bukti. Pembuatan kebijakan merupakan tugas pemerintah."

Direktur pusat penelitian India utara mengatakan bahwa draf rilis media yang disusun oleh INSACOG itu telah dikirim ke birokrat paling senior, Sekretaris Kabinet Rajiv Gauba. Ia yang melapor langsung kepada perdana menteri.

Namun Reuters melaporkan, tidak ada informasi terperinci apakah Perdana Menteri India Narendra Damodardas Modi mendapatkan laporan terkait varian virus baru tersebut. Akan tetapi, pemerintah memang tidak mengambil langkah apa pun untuk melarang warga mengadakan pertemuan.

Sedangkan Modi, beberapa letnan, dan puluhan politisi, termasuk tokoh-tokoh oposisi, mengadakan aksi untuk pemilihan umum sepanjang Maret hingga April. Pemerintah juga mengizinkan festival keagamaan Kumbh Mela selama beberapa minggu mulai pertengahan Maret.

Puluhan ribu petani juga diizinkan untuk berkemah di pinggiran ibu kota New Delhi untuk memprotes undang-undang pertanian yang baru.