Sasar Raksasa Teknologi, Negara Kaya G-7 Sepakati Pajak Minimum Global

Arief Kamaludin|KATADATA
Ilustrasi. Grup negara yang terdiri dari Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang medukung tarif pajak global minimum sebesar 15%.
Penulis: Agustiyanti
6/6/2021, 08.36 WIB

Kelompok negara kaya G-7 mencapai kesepakatan penting pada Sabtu (5/6) terkait penerapan pajak global minimum terhadap perusahaan-perusahaan multinasional, seperti Google, Facebook, Apple, dan Amazon.

Grup negara yang terdiri dari Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang ini medukung tarif pajak global minimum sebesar 15%. Perusahaan juga harus membayar lebih banyak pajak di negara tempat mereka melakukan penjualan. Langkah ini dpaat mengumpulkan ratusan miliar dolar untuk membantu pemerintah mengatasi dampak Covid-19.

"Para menteri keuangan G7 telah mencapai kesepakatan bersejarah untuk mereformasi sistem pajak global agar sesuai dengan era digital," kata menteri keuangan Inggris Rishi Sunak setelah memimpin pertemuan dua hari di London pada Sabtu (5/6), seperti dikutip dari Reuters.

Pertemuan yang diselenggarakan di sebuah rumah megah abad ke-19 di dekat Istana Buckingham di pusat kota London adalah pertama kalinya para menteri keuangan bertemu tatap muka sejak awal pandemi.

Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengatakan komitmen yang signifikan dan belum pernah terjadi sebelumnya ini akan mengakhiri apa yang disebutnya dengan persaingan tarif pajak rendah.

Menteri keuangan Jerman Olaf Scholz mengatakan kesepakatan itu berita buruk bagi surga pajak di seluruh dunia. "Perusahaan tidak akan lagi berada dalam posisi untuk menghindari kewajiban pajak mereka dengan membukukan keuntungan di negara-negara dengan pajak terendah," katanya.

Negara-negara kaya telah berjuang selama bertahun-tahun untuk menyetujui cara meningkatkan lebih banyak pendapatan dari perusahaan multinasional besar. Mereka membayar pajak lebih rendah atas miliaran dolar penjualan yang mereka lakukan di negara-negara di seluruh dunia.

Namun, pemerintahan Presiden AS Joe Biden memberi dorongan baru pada pembicaraan yang macet itu, dengan mengusulkan tarif pajak perusahaan global minimum 15% untuk mencegah perusahaan membukukan keuntungan di tempat lain.

Tariif pajak 15% berada di atas level di negara-negara, seperti Irlandia tetapi di bawah level terendah di G7. Amazon dan Google menyambut baik perjanjian tersebut dan Facebook mengatakan kemungkinan akan membayar lebih banyak pajak.

Nick Clegg, wakil presiden Facebook untuk urusan global dan mantan wakil perdana menteri Inggris mengatakan pihaknya ingin proses reformasi pajak internasional berhasil meski sadar akan berdampak pada beban pajak lebih besar yang harus dibayar Facebook.

Kesepakatan itu juga akan mengakhiri pajak layanan digital nasional yang dipungut oleh Inggris dan negara-negara Eropa lainnya, Pajak ini menurut Amerika Serikat ditargetkan secara tidak adil kepada raksasa teknologi AS.

Meski demikian, kesepakatan G-7 ini perlu mendapatkan dukungan dalam forum yang lebih luas yakni pertemuan G20, yang mencakup sejumlah negara berkembang. Pertemuan akan berlangsung bulan depan di Venesia.

Perusahaan besar mana yang akan dicakup, dan bagaimana pemerintah membagi pendapatan pajak masih harus disepakati.

Jerman, Prancis dan Italia menyambut baik kesepakatan pajak tersebut, meskipun Menteri Keuangan Prancis Bruno Le Maire mengatakan akan memperjuangkan tarif pajak perusahaan minimum global yang lebih tinggi dari 15%.

Kelompok kampanye seperti badan amal pembangunan internasional Oxfam juga mengatakan tarif pajak minimum harus jauh lebih tinggi. "Mereka menetapkan standar yang sangat rendah sehingga perusahaan bisa saja melangkahinya," kata kepala kebijakan ketimpangan Oxfam, Max Lawson.

Namun, Menteri Kuangan Irlandia Paschal Donohoe mengatakan setiap kesepakatan global juga perlu memperhitungkan negara-negara kecil. Irlandia saat ini menerapkan tarif pajak perusahaan 12,5%,

Perjanjian tersebut tidak menjelaskan secara pasti bisnis mana yang akan dicakup oleh aturan, hanya mengacu pada "perusahaan multinasional terbesar dan paling menguntungkan".

Beberapa negara Eropa khawatir bahwa bisnis seperti Amazon bisa lolos karena melaporkan margin keuntungan yang lebih rendah daripada kebanyakan perusahaan teknologi terkenal lainnya.

Para menteri juga sepakat untuk mendorong perusahaan-perusahaan mendeklarasikan dampak kegiatan usahanya terhadap lingkungan. Dengan demikian, investor dapat lebih mudah memutuskan apakah akan berinvestasi ke negara tersebut.