Mengenal Delta Plus, Mutasi Baru Varian Covid-19 Asal India

ANTARA FOTO/REUTERS/Danish Siddiqui/HP/dj
Ilustrasi. India mencatat 40 kasus Covid-19 dari varian baru bernama Delta Plus.
Penulis: Sorta Tobing
24/6/2021, 14.20 WIB

India menemukan sekitar 40 kasus varian baru dari mutasi virus corona Delta kemarin, Rabu (23/6). Pemerintah setempat menduga, varian bernama Delta Plus, ini lebih mudah menular. 

Kementerian Kesehatan India menyebut, mengutip dari The Independent, 40 kasus itu terjadi di tiga negara bagian. Angkanya naik dari 22 kasus pada hari sebelumnya. 

Negeri Bollywood saat ini sebenarnya sudah mengalami penurunan kasus dibandingkan pada Mei lalu. Pada saat gelombang kedua Covid-19, angka kasus hariannya mencapai 400 ribu orang. Sekarang telah turun menjadi sekitar 50 ribu kasus per hari.  

Ahli epidemiologi Dokter Lalit Kant mengatakan, ancaman varian baru dapat menggagalkan kemajuan penanggulangan pandemi corona. “Kami perlu meningkatkan upaya pengurutan untuk mengidentifikasi varian berbahaya di awal dan menerapkan tindakan pencegahan,” katanya, dilansir dari BBC

India telah melakukan pengurutan genom atau genome sequencing sebanyak 30 ribu sampel hingga Juni. Namun, para ahli percaya angka itu tidak cukup. 

Infografik_Kenali gejala covid-19 delta dari india (Katadata)

Apa Itu Varian Delta Plus?

Varian ini terbentuk dari mutasi Delta atau B.1.617.2. Delta disebut-sebut sebagai penyebab gelombang kedua Covid-19 di India.

Pejabat kesehaatan negara itu telah mengidentifikasi tiga karakteristik Delta Plus. Situs berita Al Jazeera menuliskan ketiganya. Yang pertama, meningkatkan transmisibilitas. Kedua, lebih mengikat reseptor sel paru-paru. Lalu, berpotensi mengurangi respon antibodi.

Kemarin, jumlah kasus baru Covid-19 di India mencapai 50.848 orang dan 1.358 kematian dalam 24 jam terakhir. Total kasusnya lebih dari 30 juta dengan total kematian 390.660 jiwa. 

Ada kekhawatiran Delta Plus akan menimbulkan gelombang infeksi lain di negara tersebut. “Mutasi itu mungkin tidak mengarah ke gelombang ketiga di India karena tergantung juga pada perilaku masyarakat, tetapi itu bisa menjadi salah satu alasannya,” kata Tarun Bhatnagar, seorang ilmuwan di Dewan Penelitian Medis India yang dikelola negara.

Para ahli percaya turunan Delta kemungkinan lebih menular. Direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular Amerika Serikat Dokter Anthony Fauci mengatakan sebanyak 6% kasus di AS berasal dari varian tersebut. “Jelas penularannya lebih besar daripada wild type (virus Covid-19 yang belum bermutasi),” ujarnya, dilansir dari CNN

Pandemi Covid-19 di India. (ANTARA FOTO/REUTERS/Danish Siddiqui/File Photo/HP/dj)

Di Mana Varian Delta Plus Ditemukan?

Per 16 Juni lalu, setidaknya 197 kasus Delta Plus rditemukan di 11 negara. Yang terbanyak di Amerika Serikat dengan 83 kasus. Lalu, Inggris 36 kasus, Portugal 22 kasus, Swiss 18 kasus, Jepang 15 kasus, India 8 kasus, dan Nepal 3 kasus. Ada tiga negara dengan masing-masing satu kasus Delta Plus, yaitu Kanada, Rusia, dan Turki.

Pemerintah Inggris mengatakan lima kasus pertamanya terjadi pada 26 April 2021. Kejadian ini bemula dari kontak orang-orang yang melakukan perjalanan dari/atau transit melalui Nepal dan Turki. Sejauh ini tidak ada laporan kematian akibat Delta Plus di antara kasus Inggris dan India.

Pandemi Covid-19 di India. (ANTARA FOTO/REUTERS/Danish Siddiqui/WSJ/sa.)

Vaksin Ampuh Lawan Varian Delta dan Turunannya?

Studi soal efektivitas vaksin terhadap varian Delta dan turunannya masih terus berlangsung. “Untuk saat ini varian Delta Plus tampaknya tidak umum, hanya mencakup sebagian kecil dari Delta,” tulis Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam sebuah pernyataan yang dikirim ke kantor berita Reuters.

Namun, WHO tetap memasukkan Delta dan varian Covid-19 lainnya dalam status risiko tinggi karena mudah menular. Kementerian Kesehatan India telah memperingatkan wilayah-wilayah tempat Delta Plus ditemukan.

Sebuah penelitian di BioNTech dan Universitas Texas melaporkan pada Kamis lalu, vaksin Pfizer/BioNTech dapat melindungi penerimanya dari varian Delta. 

Para peneliti menguji darah 20 relawan yang sudah divaksinasi penuh. Lalu, darah tersebut diberi virus versi rekayasa laboratorium. Hasilnya, sistem kekebalan tubuh dalam darah mampu menetralisir virus.

Penelitian di Inggris pada pekan lalu juga melaporkan orang yang menerima dua dosis vaksin Pfizer/BioNTech memiliki perlindungan terhadap varian baru. Namun, penerimanya mengalami pengurangan antibodi secara signifikan.  

Dari hasil riset Public Health England, dua dosis vaksin Pfizer/BioNTech 93,4% efektif menghentikan infeksi corona akibat varian Inggris dan 87,9% terhadap varian India. Sedangkan, vaksin AstraZeneca 66,1% efektif mencegah infeksi corona akibat varian Inggris dan 59,8% terhadap varian India.