Tokyo Catat Rekor Kasus Covid-19, Olimpiade 2020 Pemicunya?

ANTARA FOTO/REUTERS/Kim Kyung-Hoon/Pool/RWA/sa.
Ilustrasi. Jepang hadapi lonjakan kasus Covid-19 di tengah penyelenggaraan Olimpiade Tokyo 2020.
Penulis: Sorta Tobing
29/7/2021, 14.52 WIB

Tokyo mengumumkan lonjakan kasus Covid-19 kemarin, Rabu (28/07). Kenaikan ini terjadi lima hari setelah dimulainya Olimpiade 2020 di ibu kota Jepang tersebut. 

Angka kasus baru virus corona mencapai 3.177 orang, naik dari 2.848 kasus sehari sebelumnya. Hal ini membawa kekhawatiran baru bagi warga di sana.

Pemerintah telah menetapkan keadaan darurat di Tokyo, dengan menetapkan pembatasan jam operasional kegiatan usaha. Warga ibu kota juga diminta untuk tetap di rumah dan menghindari kerumunan serta tetap memakai masker.

Perdana Menteri Yoshihide Suge pada Selasa lalu telah meminta masyarakat untuk tetap di dalam rumah. Namun, oposisi senior dari Partai Demokrat Konstitusional Jun Azumi menyebut pemerintah terlalu optimistis.

“Kecuali mengubah pandangannya tentang situasi saat ini, setelah Olimpiade berakhir, akan terjadi krisis nasional yang serius dan mempengaruhi kehidupan masyarakat, dimulai dengan runtuhnya sistem medis,” kata Azumi, dikutip dari Reuters

Penyelenggaraan vaksin Covid-19 di Jepang (ANTARA FOTO/REUTERS/Carl Court/Pool /hp/cf)

Realisasi Vaksin Covid-19 di Jepang

Sejumlah ahli memperkirakan kasus Covid-19 masih akan meningkat terutama dengan ditemukannya varian Delta yang lebih menular. Hal ini semakin diperparah dengan tingkat vaksinasi yang masih rendah di Jepang. Sampai 27 Juli lalu, hanya 26,4% orang yang sudah menerima dosis lengkap vaksin. 

Ini terjadi karena tingkat kepercayaan vaksin di Jepang sangat rendah. Hasil temuan yang dipublikasikan oleh Imperial College London beberapa waktu lalu menemukan Negeri Sakura adalah salah satu negara dengan tingkat kepercayaan terendah terhadap vaksin.

Nikkei melaporkan, sebanyak 70% warga berusia di atas 65 tahun telah menerima suntikan kedua vaksin virus corona pada Selasa lalu. Di saat yang sama, lonjakan kasus Covid-19 yang terjadi saat ini mulai bergeser ke penduduk berusia 40an dan 50an Tahun.

Kelompok usia tersebut bertanggung jawab atas 50% kasus parah di Tokyo, demikian pernyataan Dewan Penasihat Kementerian Kesehatan Jepang kemarin.

Untuk kasus baru, kelompok usia 20an dan 30an tahun merupakan penyumbang terbesar, yaitu 50%. Namun, penduduk yang lebih muda cenderung memiliki gejala yang ringan. Mereka hanya menyumbang 10% dari kasus yang parah.

Secara keseluruhan, angka-angka itu menunjukkan fenomena berbeda daripada gelombang ketiga Covid-19 di Jepang pada Januari lalu. Ketika itu, rumah sakit kewalahan menangani pasien lanjut usia. Saat ini terbukti vaksin dapat menghindari penerimanya dari gejala parah.

Pemerintah setempat sedang mempertimbangkan memakai vaksin AstraZeneca untuk penduduk berusia 40an dan 50an tahun. Wacana ini bergeser dari rencana sebelumnya untuk menggunakan vaksin tersebut bagi mereka berusia 60an tahun ke atas. 

Olimpiade Biang Kerok Kenaikan Kasus Covid-19 di Jepang?

Sejumlah pihak menuding Olimpiade Tokyo 2020 sebagai dalang di balik terus naiknya kasus Covid-19. Data yang dipublikasikan oleh Komite Olimpiade Internasional (IOC) menunjukkan, per kemarin hanya 174 kasus Covid-19 yang berasal dari Olimpiade sejak 1 Juli lalu. 

Tetapi sejumlah pihak meragukan jumlah pasti keterkaitan Olimpiade dengan tingkat persebaran virus Covid-19 di Tokyo. Mantan direktur Institute for Population Health di King’s College London Kenji Shibuya mengatakan, tidak mungkin untuk menentukan seberapa pengaruh Olimpiade terhadap peningkatan kasus Covid-19.

Namun, ia bersikeras menyalahkan perhelatan tersebut sebagai salah satu penyebab utama. “Pemerintah telah mengirimkan sinyal orang-orang seharusnya tinggal di rumah, pada saat yang sama mereka [pemerintah] merayakan Olimpiade. Ini adalah pesan yang sama sekali tidak konsisten,” kata Shibuya, dikutip dari Al-Jazeera.

Perdana Menteri Yoshihide Suga dan panitia Olimpiade terus menghadapi kritik publik karena bersikeras melanjutkan acara olahraga empat tahunan tersebut.

Kepercayaan publik turun 30% terhadap pemerintahan Suga. Hal ini akan menjadi tekanan baginya yang akan menghadapi pemilu pada September nanti.

Penyumbang bahan: Dhia Al Fajr (magang)