Amerika Bekukan Rp 137 Triliun Aset Bank Sentral Afghanistan

ANTARA FOTO/REUTERS/Jonathan Ernst/PRAS/sa.
Pemerintahan Joe Biden memberikan sanksi kepada Taliban yakni dengan membatasi akses dana kelompok yang baru mengambil alih Afghanistan tersebut.
Penulis: Agustiyanti
18/8/2021, 13.06 WIB

Amerika Serikat membekukan hampir $9,5 miliar atau sekitar Rp 137 triliun aset milik bank sentral Afghanistan. Pemerintahan Joe Biden juga menghentikan pengiriman uang tunai ke negara itu untuk mencegah pemerintah yang dipimpin Taliban mengakses uang tersebut. 

Mengutip Bloomberg, salah seorang pejabat mengatakan bahwa aset bank sentral apa pun yang dimiliki pemerintah Afghanistan di AS tidak akan tersedia untuk Taliban. Aset ini  ada dalam daftar sanksi Departemen Keuangan.

Ajmal Ahmady, Pejabat kepala Da Afghan Bank, mengatakan, dirinya mengetahui bahwa pengiriman dolar akan berhenti lantaran AS akan mencoba memblokir upaya Taliban mendapatkan akses dana tersebut. DAB memiliki aset senilai $9,5 miliar, sebagian besar ada di rekening The Federal Reserve New York dan lembaga keuangan yang berbasis di AS.

Sanksi AS terhadap Taliban berarti mereka tidak dapat mengakses dana apa pun. Sebagian besar aset DAB saat ini tidak disimpan di Afghanistan, menurut dua orang yang mengetahui masalah tersebut. Namun, Departemen Keuangan AS menolak berkomentar.

Pemerintahan Biden mengatakan, telah membuka jalan bagi orang Amerika untuk melakukan perjalanan ke bandara Kabul untuk mengevakuasi diri dari Afghanistan. Ada jaminan dari Taliban bahwa mereka akan mengizinkan perjalanan yang aman.

Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan mengatakan pada hari Selasa bahwa orang Amerika di kota yang terkepung harus mencoba menuju ke bandara. Namun, Departemen Luar Negeri memperingatkan mereka harus berlindung di tempat sampai mereka menerima komunikasi dari kedutaan.

Situasi di bandara Kabul saat ini sudah tampak lebih tenang. Situasi chaos penuh kepanikan melanda bandara di Kabul karena banyaknya orang yang ingin melarikan diri dari negara tersebut. Ini terjadi setelah kelompok Taliban mendeklarasikan sebagai penguasa Afghanistan pada Minggu (15/8) setelah Presiden Ashraf Ghani memilih kabur ke Tajikistan dan meninggalkan pemerintahan yang runtuh.

Tentara Amerika Serikat yang menguasi bandara di Kabul sampai harus menembakkan peluru ke udara untuk menenangkan orang-orang yang memenuhi bandara ibu kota dan memaksa terbang. Beberapa orang yang tidak memiliki visa bahkan diijinkan untuk meninggalkan bandara. BBC bahkan melaporkan ada tiga orang yang dilaporkan meninggal setelah bergelantungan dari sebuah pesawat yang akan take-off.

Tentara Amerika Serikat juga menembak dua orang bersenjata di bandara tersebut. Ribuan warga Amerika Serikat, termasuk staf yang bekerja di kedutaan dan keluarganya direncanakan akan diterbangkan dari Afghanistan secepatnya.

Amerika Serikat dan beberapa negara lain kini diburu waktu untuk mengevakuasi warga serta pejabat yang masih berada di sana.  Sebuah pesawat Jerman juga dilaporkan mendarat untuk melakukan evakuasi. Taliban kembali menguasai Afghanistan setelah hampir 20 tahun negara tersebut dipimpin pemerintahan yang disokong koaliasi Amerika Serikat.

Kabul adalah kota besar terakhir yang jatuh ke Taliban setelah kelompok tersebut melakukan perlawanan selama beminggu-minggu untuk menguasasi negara tersebut. Lebih dari 60 negara, termasuk Amerika Serikat dan Inggris telah mengeluarkan pernyataan bersama yang intinya mengingatkan bahwa keamanan warga sipil harus dipulihkan terlebih dahulu. Mereka juga meminta Taliban untuk mengijinkan siapapun yang ingin meninggalkan negara tersebut untuk pergi dan tetap mengijinkan beroperasinya jalan serta perbatasan.

Munculnya kembali Taliban sebagai penguasa Afghanistan membuka sejarah masa lalu kelompok tersebut. Didirikan pada 1994, Taliban sebenarnya adalah sekutu Amerika Serikat sebelum pasukan gabungan NATO menginvasi negara tersebut pada 2001. Saat itu, NATO yang dipimpin Amerika Serikat memburu pimpinan Al Qaeda, Osama bin Laden, setelah meyakini bahwa bin Laden adalah otak dibalik serangan 11 September 2001 di New York.

Joe Biden pada April lalu mengumumkan bahwa Amerika Serikat akan menarik pasukannya dari Afghanisran secara bertahap. Semua pasukan Amerika Serikat diharapkan sudah ditarik penuh dari negara tersebut pada 11 September mendatang.  Setelah pengumuman tersebut dan penarikan pasukan AS, Taliban mulai aktif bergerak untuk merebut kota demi kota. Puncaknya pada Minggu lalu saat mereka menguasai istana kepresidenan.