Taliban Kuasai Afganistan, Pertumbuhan Ekonomi Diproyeksi Anjlok 20%

ANTARA FOTO/REUTERS/Saeed Ali Achakzai/aww/cfo
Warga tiba dari Afganistan berjalan menuju titik penyebrangan Friendship Gate di kota perbatasan Pakistan-Afganistan, Chaman, Pakistan, Kamis (19/8/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Saeed Ali Achakzai/aww/cfo
Penulis: Lavinda
23/8/2021, 08.59 WIB

Konflik hingga penguasaan Taliban atas Afganistan dianggap memperburuk kondisi  ekonomi negara tersebut, hingga menyebabkan pertumbuhan ekonomi berpotensi anjlok 20% pada 2021. Nilai Afgani, mata uang Afganistan, juga diperkirakan melemah jauh di level saat ini.

Anwita Basu, Kepala Asia Country Risk di Fitch Solutions - cabang analisis dan penelitian Fitch Group menyampaikan, produk domestik bruto (PDB) Afganistan akan terjun, seperti halnya Myanmar dan Suriah, dua negara yang mengalami konflik serupa.

"Kemungkinan ekonomi akan berkontraksi tajam tahun ini, negara-negara yang menghadapi keadaan serupa seperti Myanmar dan Suriah telah melihat PDB mereka runtuh sekitar 10-20%," kata Basu kepada Reuters, Minggu (22/8).

Sebelumnya, pertumbuhan ekonomi tahun ini diperkirakan tumbuh 2,7%, setelah PDB Afganistan menurun 2% pada 2020 karena pandemi Covid-19. Laju ekonomi akan dipicu mobilitas dan perdagangan yang mulai bergairah.

Namun, proyeksi itu diubah. Kekerasan, ketidakstabilan, dan korupsi dianggap akan melumpuhkan ekonomi Afganistan selama bertahun-tahun ke depan. Keadaan ini mempersulit bisnis untuk berkembang dan membuat ekonomi sebagian besar penduduk stagnan.

Basu mengatakan hibah dan bantuan asing sebagai sumber utama pendanaan Afganistan akan menyusut signifikan tahun ini. Menurut data Bank Dunia, jumlah pengiriman uang ke Afganistan pada 2020 tercatat mencapai US$ 789 juta atau sekitar 4% dari PDB.

Dana Moneter Internasional atau International Monetary Funds (IMF) memperkirakan inflasi Afganistan akan meroket 5,8% pada 2021, dan menjadi level kenaikan inflasi tahunan terbesar sejak 2013.

Bank Sentral Afghanistan (DAB) bahkan memprediksi inflasi akan melonjak hingga 8%, dipicu pelemahan mata uang dan aktivitas perdagangan yang berpotensi terganggu.

Gubernur DAB Ajmal Ahmady menyarankan Taliban menerapkan kontrol modal yang lebih ketat dan membatasi akses Dolar As. Pasalnya, depresiasi mata uang lebih lanjut akan memicu kenaikan inflasi dan kenaikan harga pangan. Hal itu diungkapkan Ajmal melalui akun Twitter pribadinya. Ajmal sendiri telah meninggalkan Afganistan ketika Taliban menguasai negara tersebut. 

Menurut Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO), pertumbuhan sektor pertanian Afganistan menurun, padahal sektor ini merupakan penghasil dan ekspor utama negara tersebut. Afganistan mengekspor senilai US$ 783 juta pada 2020, penurunan hampir 10% dibanding 2019 lalu.

Meskipun memiliki salah satu tingkat utang terendah di dunia, Afghanistan dianggap tetap berisiko tinggi gagal bayar, bahkan sebelum pendudukan Taliban saat ini. Hal ini mengingat ketergantungannya yang tinggi pada hibah dan pinjaman lunak yang menyumbang sekitar sepertiga dari PDB.

Berdasarkan perhitungan IMF pada Juni, stok utang luar negeri Afganistan diperkirakan mencapai US$ 1,7 miliar pada 2021 atau sekitar 8,6% dari PDB. Tingkat utang relatif rendah sejak negara tersebut menerima keringanan utang lebih dari satu dekade lalu, di bawah Inisiatif Negara-Negara Miskin Berhutang Besar (HIPC), serta pembatalan utang tambahan dari kreditur Paris Club.

Bahan Penyumbang: Mela Syaharani