Dianggap Tak Pantas, Taliban Larang Perempuan Ikuti Kegiatan Olahraga

ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/foc/cfo
Pejuang hak perempuan Afganistan dan aktivis sipil melakukan protes menyerukan kepada Taliban untuk meneruskan prestasi mereka dan pendidikan, di depan istana kepresidenan di Kabul, Afganistan, Jumat (3/9/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/foc/cfo
9/9/2021, 08.36 WIB

Pemerintahan Taliban telah melarang perempuan Afghanistan, termasuk tim kriket negara tersebut untuk melakukan kegiatan olahraga. Mereka juga tidak akan mengizinkan aksi demonstrasi  dan protes lainnya kecuali  sudah mendapat izin dari pihak berwenang.

Dilansir dari The Guardian, dalam wawancara dengan penyiar Australia SBS, wakil kepala komisi budaya Taliban, Ahmadullah Wasiq, mengatakan olahraga wanita dianggap tidak pantas dan tidak perlu.

“Saya kira perempuan tidak boleh bermain kriket karena perempuan tidak harus bermain kriket. Dalam kriket, mereka mungkin menghadapi situasi di mana wajah dan tubuh mereka tidak tertutup. Islam tidak mengizinkan wanita untuk dilihat seperti ini,” kata Wasiq dikutip dari The Guardian, Kamis (9/9).

 Wasiq mengatakan, jika diizinkan untuk berpartisipasi dalam olahraga, maka akan ada foto dan video perempuan yang bertebaran dan pasti ditonton orang banyak. Ia menyebut, Islam dan Imarah Islam (Afghanistan) tidak mengizinkan wanita bermain kriket atau olahraga yang membuat mereka terekspos.

Sementara itu, pejabat di dewan kriket Afganistan mengatakan bahwa mereka belum diberitahu secara resmi tentang nasib kriket wanita. Program dewan kriket untuk anak perempuan Afganistan telah ditangguhkan.

Olahragawan, termasuk pemain kriket, telah bersembunyi di Afganistan sejak Taliban berkuasa pada 15 Agustus lalu. Beberapa wanita melaporkan jika mereka ancaman kekerasan dari pejuang Taliban jika mereka ketahuan melakukan kegiatan olahraga.

Larangan bermain olahraga muncul di tengah meningkatnya bukti bahwa sikap Taliban terhadap perempuan hampir tidak berubah dibandingkan pada saat mereka terakhir berkuasa. Padahal,  dalam beberapa hari terakhir, mereka mengklaim sebaliknya yakni akan menghormati hak perempuan.

 Larangan bagi perempuan untuk ikut kegiatan olah raga ini merupakan kabar buruk mengingat ada beberapa atlet wanita negara tersebut yang berhasil masuk olimpiade. Di antaranya adalah Friba Rezayee dan Robina Jalali  yang berlaga di Oimpiade Athena 2004.

Kriket adalah salah satu olah raga favorit di Afganistan selain Buzkashi, permainan seperti polo kuda yang memperebutkan bangkai kambing.

Selain larangan berolahraga, Taliban juga melarang pelajar perempuan untuk diajar oleh guru laki-laki serta wajib menggunakan baju abaya dan niqab. Selain itu, Taliban juga memerintahkan agar kelas antara perempuan dan laki-laki terpisah atau dibatasi dengan tirai.

 Taliban juga telah bergerak untuk memperketat aturan terkait demonstrasi dan aksi protes lainnya. Mereka melarang demonstrasi apa pun yang tidak memiliki persetujuan resmi  serta melarang slogan apa pun yang mungkin digunakan. Larangan ini dikeluarkan di tengah merebaknya aksi protes terhadap kekuasaan Taliban.

Dalam dekrit pertama yang dikeluarkan oleh kementerian dalam negeri baru kelompok Islam garis keras, Taliban memperingatkan lawan bahwa mereka harus mendapatkan izin sebelum protes atau menghadapi konsekuensi hukum yang berat.

Di ibu kota Kabul, unjuk rasa kecil dengan cepat dibubarkan oleh keamanan bersenjata Taliban, sementara media Afganistan melaporkan protes di kota timur laut Faizabad juga dibubarkan. Ratusan orang juga melakukan unjuk rasa pada hari Selasa (7/9), baik di ibukota dan di kota Herat, di mana dua orang di lokasi demonstrasi ditembak mati.

Pemerintah baru Taliban yang ditarik secara eksklusif dari jajaran loyalis secara resmi mulai bekerja pada hari Rabu (8/9), dengan penjaga yang keras dan mapan di semua pos utama dan tidak ada wanita, meskipun Taliban sebelumnya telah berjanji untuk membentuk pemerintahan yang inklusif.

 

Reporter: Cahya Puteri Abdi Rabbi