Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menegaskan Indonesia terus memonitor apa yang terjadi di Afganistan, termasuk jalannya pemerintahan Taliban. Dia juga berharap pemerintah Taliban akan menepati komitmennya untuk menghormati hak-hak perempuan.
"Indonesia terus memonitor secara dekat situasi yang terjadi termasuk pembentukan pemerintahan sementara," tutur Retno usai menghadiri pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne, Kamis (9/9).
Indonesia juga akan terus menerus menekankan pentingnya pembentukan pemerintahan Afganistan yang inklusif. Pemerintahan Taliban juga dminta untuk tidak membiarkan negara tersebut sebagai tempat berkembang biaknya teroris.
"Indonesia juga berharap (pemerintahan Taliban) menghormati hak asasi manusia, khususnya hak-hak untuk perempuan. Hak-hak mereka secara terus menerus harus dihormati dan didorong," papar Retno.
Harapan tersebut sebenarnya sudah disampaikan Retno saat mengunjungi kantor Taliban di Doha, Qatar, dan bertemu dengan perwakilan kelompok tersebut di sela-sela kunjungannya ke Qatar, Kamis (26/8).
Taliban mengambilalih kekuasaan pemerintah Afganistan sejak 15 Agustus lalu setelah menguasai istana kepresidenan yang ditinggal kabur Presiden Ashraf Ghani.
Pada Selasa (7/9), Taliban mengumumkan kabinet pemerintahan sementaranya. Kabinet baru Taliban ini langsung mengundang pro dan kontra. Di antara seluruh pejabat kabinet, lima di antaranya adalah mantan tahanan Amerika Serikat yang sempat dikurung di penjara Guantanamo dalam kasus terorisme.
Kelima orang tersebut adalah Noorullah Noori yang menjabat menteri perbatasan dan urusan suku, Abdul Haq Wasiq sebagai pejabat direktur intelejen, Khairullah Khair sebagai menteri informasi dan kebudayaan, Mohammad Fazil Mazloom sebagai wakil menteri pertahanan, dan Mohammed Nabi Omari sebagai gubernur Provinsi Khost. Orang-orang yang pernah ditahan di penjara Guantanamo adalah orang dengan riwayat keterlibatan kelompok terorisme. Amerika menangkap mereka di Afganistan, Irak, dan lainnya.
Pemerintah Taliban juga terus menerus disorot dunia karena dianggap tidak menepati komitmennya untuk menghormati hak asasi manusia, khususnya kepada perempuan.
Pemerintahan Taliban telah melarang perempuan Afghanistan, termasuk tim kriket negara tersebut untuk melakukan kegiatan olahraga. Mereka juga tidak akan mengizinkan aksi demonstrasi dan protes lainnya kecuali sudah mendapat izin dari pihak berwenang.
Dilansir dari The Guardian, dalam wawancara dengan penyiar Australia SBS, wakil kepala komisi budaya Taliban, Ahmadullah Wasiq, mengatakan olahraga wanita dianggap tidak pantas dan tidak perlu.
“Saya kira perempuan tidak boleh bermain kriket karena perempuan tidak harus bermain kriket. Dalam kriket, mereka mungkin menghadapi situasi di mana wajah dan tubuh mereka tidak tertutup. Islam tidak mengizinkan wanita untuk dilihat seperti ini,” kata Wasiq dikutip dari The Guardian, Kamis (9/9).