Taliban Tidak Mengizinkan Remaja Perempuan Bersekolah

ANTARA FOTO/WANA (West Asia News Agency) via REUTERS/HP/sa.
Anak-anak perempuan Afghanistan berbaris di sebuah sekolah di Kabul, Afghanistan, Sabtu (18/9/2021). ANTARA FOTO/WANA (West Asia News Agency) via REUTERS/HP/sa.
Penulis: Maesaroh
19/9/2021, 17.22 WIB

Sebagian besar sekolah di Afganistan sudah memulai tahun ajaran baru untuk pendidikan dasar dan menengah, pada Sabtu (18/9). Namun, pemerintah Taliban hanya mengizinkan murid laki-laki dan pengajar pria di sekolah menengah untuk kembali bersekolah. Mereka tidak memberi pengumuman apapun mengenai nasib remaja perempuan yang menuntut ilmu di pendidikan menengah.

Pelajar sekolah menengah sebagian besar adalah remaja berusia 13-18 tahun. Dilansir dari BBC, sejumlah siswi mengaku sangat kecewa dengan keputusan baru pemerintah Taliban.

"Semuanya terliihat gelap sekarang. Saya khawatir dengan masa depan saya. Semua murid laki-laki diperbolehkan kembali bersekolah," kata salah satu seorang siswi Afganistan, kepada BBC.

Perintah Taliban yang melarang pelajar perempuan kembali bersekolah sebenarnya tidaklah mengejutkan. Saat memegang pemerintahan pada periode 1996-2001, Taliban juga membatasi hak-hak remaja perempuan dan wanita, termasuk untuk menuntut ilmu.

Angin perubahan sempat diucapkan Taliban dengan pernyataan mereka untuk tidak akan mengulang kebijakan yang sama terhadap sistem pendidikan untuk perempuan.

Mereka juga sudah mengizinkan pelajar perempuan untuk belajar di universitas dengan sejumlah persyaratan ketat, seperti harus memakai niqab.

Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid mengatkan sekolah menengah untuk remaja perempuan akan dibuka segara. Pemerintah tengah bekerja untuk menyiapkan sejumlah prosedur dan persyaratan agar sekolah bisa dibuka kembali.

Namun, banyak yang menyangsikan hal itu akan terjadi. Masyarakat lebih percaya Taliban akan kembali ke tradisi lama dengan tidak mengizinkan remaja perempuan kembali bersekolah.

"Ibu saya tidak bisa membaca dan ayah saya terus mengejek dan memanggilnya idiot. Saya tidak ingin anak saya mengalami hal yang sama seperti ibu saya,"tutur ayah seorang murid, kepada BBC.

"Saya ingin menjadi dokter tapi impian saya sudah kandas. Saya pikir mereka tidak akan membiarkan kami kembali bersekolah. Mereka tidak ingin perempuan menjadi warga yang berpendidikan,"tutur salah seorang remaja.

Tidak adanya kejelasan soal remaja bersekolah di pendidikan menengah bisa menjadi sebuah kemunduran bagi Afganistan. Pasalnya, dalam beberapa tahun ke depan, tidak akan ada lagi murid perempuan yang masuk universitas mengingat pendidikan mereka berhenti di level menengah.

Selama dua dekade terakhir, setelah pemerintahan demokrasi terbentuk, pendidikan untuk perempuan Afganistan mengalami kemajuan pesat.

Jumlah siswi di sekolah dasar meningkat pesar dari hampir nol kini jumlahnya mencapai 2,5 juta. Jumlah kaum perempuan yang melek huruf hampir dua kali lipat menjadi 30%. Sayangnya, kebanyakan dari mereka tinggal di kota.

 "Ini adalah kemunduran pendidikan bagi perempuan Afganistan. Kondisi seperti ini mengingatkan apa yang dilakukan Taliban pada tahun 1990an. Nasib perempuan di sini akan berakhir menjadi wanita buta huruf dan tidak berpendidikan," tutur Nororya Nizhat, mantan juru bicara Kementerian Pendidikan.

Berbeda dengan pendidikan di level menangah, anak-anak perempuan masih diizinkan mengikuti pembelajaran di sekolah dasar walapun dengan sistem terpisah antara siswa dan siswi.

"Murid perempuan akan sekolah pada pagi hari sementara murid anak laki-laki di siang haru. Guru laki-laki akan mengajar siswa dan siswi. Namun, ada banyak ketidakpastian mengenai nasib perempuan di sekolah menengah," tutur Nazife, seorang guru di sekolah swasta.

Ledakan Terjadi di Jalalabad
Sementara itu, serangkaian ledakan terjadi di Afganistan pada Sabtu (18/9). Setidaknya tiga orang dilaporkan tewas dan 18 terluka parah saat tiga ledakan terjadi di Jalalabad, Provinsi Nangarhar, sebelah timur Afganistan.

Bom diduga menyasar kendaraan tentara Taliban. Salah seorang tentara dilaporkan tewas dalam insiden tersebut. Ini adalah serangan pertama yang terjadi di sebuah provinsi sejak Taliban berkuasa 15 Agustus lalu.
"Masih sangat dini untuk menganalisa bagaimana serangan itu terjadi. Kami belum yakin mengenai siapa pihak yang ada dibalik serangan," tutur salah seorang juru Taliban, seperti dilansir the Guardian.