Selain Evergrande, Cina Hadapi Masalah Utang Pemda yang Menggunung

ANTARA FOTO/REUTERS/Tingshu Wang/nz/cf
Fitch Ratings yang memangkas prospek pertumbuhan ekonomi kedua terbesar dunia dari 8,4% menjadi 8,1%.
Penulis: Agustiyanti
29/9/2021, 22.03 WIB

Krisis utang Evergrande ternyata hanya satu di antara masalah yang tengah dihadapi pemerintah Cina saat ini. Goldman Sachs menyebut, Cina memiliki utang tersembunyi pemerintah daerah yang jumlahnya telah membengkak hingga mencapai setengah Produk Domestik Bruto (PDB) negara tersebut.  

LGFVs adalah alat bagi pemerintah untuk meminjam uang tanpa muncul di neraca mereka, tetapi dilihat sebagai kewajiban pemerintah oleh pasar keuangan. Total utang pemerintah daerah dalam instrumen tersebut naik menjadi sekitar 53 triliun yuan atau setara Rp 117.236 trilun pada akhir tahun lalu dari 16 triliun yuan pada 2013. Itu sama dengan sekitar 52% dari produk domestik bruto dan lebih besar dari jumlah utang resmi pemerintah yang belum dibayar.

Laporan Goldman Sachs menyebut, ada beberapa tanda pada awal tahun ini bahwa pemerintah Cina membuat terobosan dalam memotong utang ini seiring perekonomian yang pulih. Namun, pertumbuhan ekonomi Cina kini menghadapi lebih banyak tantangan, seperti  melemahnya daya beli konsumen, krisis pasar perumahan, kekurangan listrik, dan gangguan rantai pasokan. Pasar mencari sinyal untuk memikirkan kembali sikap kebijakan hawkish itu.

“Penerbitan obligasi pemerintah daerah yang lebih resmi dan peningkatan fleksibilitas pada pembiayaan pemerintah daerah mungkin diperlukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan karena penjualan tanah melambat,"  demikian tertuang dalam laporan yang ditulis Ekonom Maggie Wei.

Penjualan tanah merupakan sumber pendapatan utama bagi pemerintah daerah. Namun, penjualan telah melambat karena krisis yang dilatarbelakangi oleh pengembang properti China Evergrande Group. Untuk menutupi kesenjangan pendanaan yang disebabkan oleh menyusutnya pendapatan penjualan tanah, Goldman Sachs merekomendasikan pemerintah untuk meningkatkan kuota obligasi pada 2022 lebih dari 500 miliar yuan dari tingkat tahun ini sebesar 3,65 triliun yuan.

Lembaga ini juga menemukan utang tersembunyi pemerintah daerah Cina terkonsentrasi di sektor konstruksi, transportasi dan konglomerat industri. Tiga sub-industri ini berkontribusi hampir 40% dari total utang LGFV.

Jiangsu mencatatkan utang terbesar mencapai sekitar 8 triliun yuan pada 2020 Tianjin, Beijing, Sichuan, Guizhou dan Gansu adalah provinsi yang paling berpengaruh terhadap perekonomian Cina. Namun, ekitar 60% dari obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah-pemerintah lokal ini  digunakan untuk membayar utang yang jatuh tempo pada 2020-2021, daripada investasi baru.

Cina tidak memiliki rekening resmi utang tersembunyi pemerintah daerah karena secara teknis melanggar hukum. Perkiraan swasta oleh berbagai lembaga sangat bervariasi.

S&P Global Ratings pada 2019 memperkirakan utang ini mencapai 20 triliun yuan, sementara Rhodium Group pada tahun yang sama memperkirakan jumlahnya mencapai 41,2 triliun hingga 51,7 triliun yuan. Menurut lembaga think tank yang terkait dengan pemerintah, ada 14,8 triliun yuan utang tersembunyi pada 2020.

Perhitungan Goldman didasarkan pada analisis lebih dari 2.000 pernyataan LGFV tentang utang berbunga mereka, termasuk obligasi dan pinjaman bank.

Cina saat ini tengah menghadapi risiko potensi kejatuhan Raksasa Properti Evergrande hingga krisis energi. Kondisi ini membuat para analis memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Cina pada tahun ini. Bank of America misalnya, menurunkan poyeksi pertumbuhan ekonomi Cina dari 8,3% menjadi 8,1%. Hal serupa juga dilakukan Fitch Ratings yang memangkas prospek pertumbuhan ekonomi kedua terbesar dunia dari 8,4% menjadi 8,1%. 

Di sisi lain, Cina sebenarnya adalah negara pemberi utang terbesar ke berbagai negara lainnya, termasuk Indonesia.