Slovenia pada Rabu (29/9) menangguhkan sementara penggunaan vaksin Janssen COVID-19 Johnson & Johnson setelah adanya laporan kematian warga. Otoritas setempat melaporkan seorang wanita berusia 20 tahun meninggal dunia usai mengalami pembekuan darah dan perdarahan di otak.
Wanita tersebut dua pekan sebelumnya mendapatkan suntikan vaksin Janssen. "Pasien mengalami pembekuan darah dan pendarahan di otak pada saat yang sama, perawatan intensif tidak berhasil," kata Igor Rigler, seorang ahli saraf di pusat rumah sakit Ljubljana dikutip dari Reuters, Kamis (30/9).
Sebagaimana diketahui, Janssen adalah salah satu dari beberapa vaksin yang digunakan dalam program vaksinasi di Slovenia. Adapun penangguhan akan dilakukan sampai para ahli mengetahui penyebab kematian wanita itu, apakah akibat stroke atau vaksin yang diterima dua pekan sebelumnya.
Menteri Kesehatan Janez Poklukar juga belum bisa menjelaskan detail kasus tersebut. Sedangkan Johnson & Johnson belum memberikan komentar terkait kematian tersebut.
"Saya tidak bisa berkomentar, tapi syaratnya sudah terpenuhi untuk mengklarifikasi keadaan yang terjadi," kata Poklukar.
Kematian wanita itu menjadi kasus serius kedua dari efek samping suntikan Johnson & Johnson. Sedangkan Slovenia telah memberikan vaksin kepada 120 ribu warganya.
Pemerintah Slovenia juga telah menyetujui pembelian tambahan 100 ribu dosis J&J dari Hongaria seiring dengan permintaan yang meningkat. Meski demikian, Poklukar mengatakan vaksin masih memberikan manfaat besar. “Manfaat lebih besar daripada risikonya”, katanya.
Vaksin Covid-19 produksi Johnson & Johnson hanya digunakan sebanyak satu kali dosis. Mereka juga telah mempublikasikan data yang menunjukan bahwa vaksin tersebut menghasilkan perlindungan sampai delapan bulan.
Data terbaru mereka juga menunjukkan vaksin yang digunakan sebagai booster juga terbukti 94% bekerja efektif untuk pasien dengan gejala ringan hingga parah. Dosis kedua vaksin J&J juga terbukti menaikkan antibodi hingga enam kali lipat.
Efektivitas itu diperoleh dengan melakukan uji coba dosis kedua fase III terhadap 30.000 orang yang diberikan 56 hari setelah suntikan dosis pertama pada usia 18 tahun ke atas. J&J mengatakan, booster yang diberikan dua bulan setelah dosis pertama meningkatkan kadar antibodi empat hingga enam kali lipat.
Ketika diberikan enam bulan setelah dosis pertama, tingkat antibodi meningkat dua belas kali lipat. Efek samping pada suntikan dosis kedua terlihat tidak berbeda jauh dengan vaksin dosis tunggal.
Sedangkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menerbitkan izin penggunaan darurat (EUA) vaksin Johnson & Johnson pada 7 September lalu. Dari hasil studi klinis fase 3, vaksin Janssen memiliki efikasi 67,2% untuk mencegah seluruh gejala Covid-19.