Bank Sentral Turki Pangkas Suku Bunga 200 Bps Meski Inflasi Tinggi

ANTARA FOTO/REUTERS/Presidential Press Office
Bank Sentral Turki berada di bawah tekanan Presiden Erdogan yang telah mereshuffle sejumlah petingginya.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
22/10/2021, 09.36 WIB

Bank sentral Turki (TCMB) kembali mengejutkan pasar dengan kebijakan untuk memangkas suku bunga hingga 200 basis poin (bps) menjadi 16%. Pelonggaran moneter tetap berlanjut sekalipun inflasi masih tinggi.

Pemotongan suku bunga dua kali lipat dari perkiraan paling dovish dalam jajak pendapat Reuters, yang memperkirakan suku bunga turun hanya 50 bps atau 100 bps.

TCMB berada di bawah tekanan Presiden Erdogan yang telah mereshuffle sejumlah petinggi bank sentral. Ia pekan lalu diketahui memecat tiga petinggi TCMB, dua diantaranya merupakan pejabat yang menentang penurunan bunga. Erdogan menekan penurunan suku bunga untuk meningkatkan stimulus moneter sehingga bisa mendorong kredit, ekspor dan pasar tenaga kerja.

Pada bulan sebelumnya, TCMB juga mengejutkan pasar dengan pemotongan 100 bps yang membuat lira jatuh ke rekor terendahnya. Kebijakan ini yang juga diduga mendorong inflasi Turki kembali meradang ke level 19,58% secara year-on-year (yoy) bulan lalu. Sedangkan inflasi 1,25% secara bulanan.

Kelompok makanan dan minuman non-alkohol naik hanya 0,05% secara bulanan pada September, tetapi kenaikan tahunannya sebesar 28,79%, salah satu yang tertinggi. Inflasi energi juga melonjak 22,77% secara yoy, setelah bulan sebelumnya 20,72%.

Inflasi telah mencapai dua digit selama lima tahun terakhir dan jauh di atas target bank sentral 5%. Ini menjadikan Tukri sebagai salah satu negara berkembang dengan tingkat inflasi tertinggi. Kendati demikian Gubernur TCMB Sahap Kavcioglu menyebut gejolak inflasi mungkin hanya bersifat sementara dan akan kembali ke kondisi pra-pandemi saat normalisasi pasca pandemi berlangsung.

Pada bulan Juli, bank sentral menaikkan perkiraan inflasi akhir tahun menjadi 14,1%, membawanya lebih dekat ke median pasar. Sementara jejak pendapat terbaru memperkirakan inflasi akan mencapai 17,83% tahun ini.

Bank sentral menyebut tersisa sedikit ruang untuk penurunan bunga lebih lanjut hingga akhir tahun. Hal ini karena muncul tekanan pada harga-harga makanan, energi dan impor lainnya, sehingga membuat biaya hidup orang Turki melonjak di tengah depresiasi lira.

Kenaikan suku bunga juga ikut memukul mata uang lira turun ke level terendahnya sepanjang sejarah. Lira telah melemah 22% sejak awal tahun usai kebijakan pemangkasan bunga diumumkan. Sebagian besar penurunan terjadi awal September ketika bank mulai memberikan sinyal dovish.

Analis menyebut pemotongan terbaru ini sembrono karena bertentangan dengan mayoritas kebijakan bank sentral negara lain yang justru menaikkan suku bunga untuk mencegah lonjakan inflasi global.

"Langkah ini konsisten dengan pandangan Erdogan, tetapi kebijakan moneternya salah dan sekarang kami menghadapi risiko, ekonomi riil sangat dirugikan oleh mata uang itu. Semuanya hanya berakhir dengan kehancuran lira," kata analis di Commerzbank Frankfrut Ulrich Leuchtman seperti dikutip dari Reuters, Kamis (21/10).

Ekonom senior Capital Economics Jason Tuvey memperkirakan bank sentral kemungkinan akan menurunkan suku bunga lagi bulan depan. Ia mengatakan pejabat TCMB mungkin akan mempertimbangkan inflasi inti yang tinggi masih di bawah level tertingginya pada Juni, di sisi lain tekanan politik mungkin belum berakhir.

"Dengan inflasi yang cenderung turun tajam dalam beberapa bulan terakhir tahun ini dan awal tahun depan, pelonggaran agresif lebih lanjut akan terjadi," ujarnya.

Depresiasi lira menimbulkan risiko kenaikan inflasi karena Turki termasuk negara importir besar, sehingga depresiasi lira akan mendorong inflasi yang semakin tinggi melalui impor.

Langkah bank sentral Turki melonggarkan bunga justru berkebalikan dengan sikap banyak bank sentral dunia yang mulai memperketat kebijakannya. Bank sentral AS, The Fed bahkan diramal akan mempercepat kenaikan bunga pada paruh kedua tahun depan. Bank sentral Inggris (BOE) juga mulai bersiap menaikkan bunga dalam waktu dekat akibat tekanan inflasi.

Beberapa bank sentral lainnya sudah mulai mengakhir kebijakan moneter longgar. Bank sentral Selandia Baru awal bulan ini menaikkan suku bunganya 25 basis poin (bps) akibat tekanan inflasi. Ini menandai kenaikan suku bunga pertamanya dalam tujuh tahun terakhir.

Langkah serupa lebih dulu dilakukan bank sentral Korea Selatan pada Agustus lalu. Bank of Korea menaikkan suku bunga 25 bps menjadi 0,75% akibat tekanan inflasi. Negeri Ginseng tersebut menjadi negara pertama di Asia yang mulai memperketat kebijakan moneternya. Bank sentral Singapura kemudian menyusul pada pekan lalu.

Reporter: Abdul Azis Said