WHO Ramal Kasus Kematian Covid-19 di Eropa Capai 2 Juta di Maret 2022

123rf.com/somartin
Ilustrasi virus Covid-19
24/11/2021, 09.23 WIB

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kematian akibat Covid-19 di Eropa  akan mencapai dua juta orang pada Maret 2022. Virus Covid-19 pun akan menjadi penyebab utama kematian di benua tersebut.

Dilansir dari The Guardian, kematian yang dilaporkan telah meningkat menjadi hampir 4.200 per hari, dua kali lipat jumlah yang tercatat pada bulan September lalu.

Sementara, kematian kumulatif yang dilaporkan di wilayah tersebut, termasuk Inggris, kini telah melampaui 1,5 juta orang.

WHO menyebut situasi ini sangat mengkhawatirkan. Pihaknya memperkirakan rumah sakit di 25 dari 53 negara di kawasan itu mengalami tekanan, dengan unit perawatan intensif di 49 negara akan mengalami tekanan yang sama.

"Melihat tren tersebut, jumlah kematian kumulatif di Eropa akan melampaui 2,2 juta pada 1 Maret," kata WHO dikutip dari The Guardian, Rabu (24/11).

 Eropa kembali menjadi pusat pandemi saat beberapa negara di benua tersebut mengalami lonjakan kasus Covid-19 memasuki musim dingin tahun ini.

Peningkatan kasus juga dipicu banyaknya warga yang tidak ingin divaksinasi. Kondisi ini membuat beberapa negara mengeluarkan aturan wajib vaksin.

Salah satunya Austria, yang pada pekan ini menjadi negara Eropa barat pertama yang menerapkan kembali penguncian wilayah atau lockdown sejak memulai vaksinasi awal tahun ini.

Lonjakan kasus didorong oleh varian Delta yang sangat menular, yang dominan menyebar di seluruh wilayah.

Selain itu, kenaikan kasus juga didorong oleh pelonggaran aktivitas warga, seperti pemakaian masker dan menjaga jarak.

Banyak orang yang sudah memulai aktivitas normal dan berkumpul di dalam ruangan pada kondisi cuaca akhir musim gugur yang lebih dingin, dan sebagian besar masih belum divaksinasi.

Hal tersebut menyebabkan banyak orang yang masih rentan terhadap virus. 

 Direktur regional WHO untuk Eropa Dr Hans Kluge mengatakan bahwa, penting bagi negara-negara untuk mengadopsi pendekatan 'vaksin plus'. 

"Ini berarti mendapatkan dosis standar vaksin dan mengambil booster jika ditawarkan,” kata dia.

Namun, penerapan protokol kesehatan juga harus dilaksanakan dengan ketat, seperti mengenakan masker, mencuci tangan, memberi ventilasi di dalam ruangan, menjaga jarak fisik, dan bersin ke siku.

Ia menyebut, cara tersebut adalah cara sederhana dan efektif untuk mengendalikan virus.

Dia menambahkan, masyarakat memiliki kesempatan dan tanggung jawab yang sama untuk membantu mencegah terjadinya lonjakan kasus.

 WHO mengatakan, lebih dari 1 miliar dosis vaksin telah diberikan di wilayah Eropa.

WHO dan 53,5% orang telah menyelesaikan program vaksinasi mereka, namun masih banyak negara yang tingkat vaksinasinya masih rendah, dengan jumlah populasi yang telah divaksin kurang dari 10%.

Ketua Program Vaksin Covid-19 di University of Oxford, Inggris, Andrew Pollard mengatakan virus baru varian Delta yang lebih menular terus menginfeksi ribuan orang dan melahirkan ribuan kasus infeksi baru.

Namun, kebanyakan dari mereka yang sudah divaksinasi dengan dosis penuh atau dosis protektif hanya mengalami infeksi ringan.

Andrew berharap  suntikan booster dan kekebalan alami yang didapat dari penyebaran varian Delta di musim panas lalu bisa membantu Inggris lolos dari dampak gelombang baru Covid-19 yang kini melanda banyak bagian Eropa.

“Secara umum, Covid-19 bukan lagi penyakit bagi mereka yang sudah divaksin. Vaksin cenderung membatasi efek sesak napas yang dibawa penyakit itu, dengan beberapa pegecualian," katanya.

 Sementara itu, CEO AstraZeneca Pascal Soriot mengklaim, penggunaan vaksin AstraZeneca di Eropa yang rendah menyebabkan terjadinya lonjakan kasus Covid-19 di benua itu.

Pascal mengatakan, perbedaan kekebalan sel T antara vaksin memungkinkan bahwa mereka yang menerima dosis Oxford/AstraZeneca memiliki perlindungan kekebalan yang lebih tahan lama terhadap virus.

Sel T adalah kelas sel imun yang mendidik sel B penghasil antibodi tentang sifat ancaman virus dan secara langsung membunuh sel yang terinfeksi.

"Sangat menarik ketika Anda melihat Inggris. Ada puncak infeksi yang besar tetapi tidak begitu banyak rawat inap dibandingkan dengan Eropa. Di Inggris vaksin Oxford/AstraZeneca digunakan untuk memvaksinasi orang tua, sedangkan di Eropa orang mengira awalnya vaksin tidak bekerja pada orang tua," kata dia.

Reporter: Cahya Puteri Abdi Rabbi