Kanada Berencana Kenakan Pajak bagi Warga yang Menolak Vaksin Covid-19

ANTARA FOTO/REUTERS/Blair Gable/hp/cf
Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau disuntik vaksin Covid-19. Salah satu provinsi di Kanada, Quebec berencana mengenakan pajak bagi warga yang belum divaksinasi.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
13/1/2022, 11.59 WIB

Pemerintah Quebec, salah satu provinsi di Kanada, mengumumkan rencana pengenaan pajak bagi warganya yang menolak vaksin Covid-19. Rencana ini diusulkan di tengah lonjakan kasus Covid-19 yang membuat sistem kesehatan di wilayah tersebut kewalahan.

"Vaksin adalah kunci untuk melawan virus. Inilah mengapa kami mencari kontribusi kesehatan untuk orang dewasa yang menolak divaksinasi karena alasan non-medis," kata Perdana Menteri Quebec Francois Legault dikutip dari Reuters Selasa (11/1).

Legault mengatakan, meningkatnya gangguan pada sistem kesehatan di wilayahnya sebagian besar disebabkan oleh mereka yang menolak vaksin. Sekalipun hanya 10% dari penduduk di Quebec yang belum divaksinasi, mereka menyumbang sekitar 50% dari perawatan di layanan kesehatan. Namun, pengenaan pajak ini akan dikecualikan bagi mereka yang tidak divaksinasi karena alasan medis.

Sebelum Quebec, langkah serupa lebih dulu dilakukan Austria. Negara di benua Eropa itu mengharuskan penduduk berusia di atas 14 tahun untuk membayar retribusi US$ 4.100 atau setara Rp 58,7 juta (kurs Rp 14.320 per US$) untuk setiap tiga bulan jika mereka tetap tidak divaksin. 

Meski mulai ramai diperbincangkan publik, pemerintah Quebec belum merilis rincian jelas terkait kapan aturan akan diberlakukan serta berapa besaran pajaknya. Langkah ini akan menjadi yang pertama bagi negara-negara di kawasan Amerika Utara.

Rencana pengenaan pajak ini juga mulai menuai kritik. Situs berita lokal terkuma La Presse memperingatkan pajak dapat menargetkan kelompok masyarakat yang rentan, termasuk mereka yang tidak divaksin karena keterbatasan informasi. Kelompok minoritas juga rentan menjadi sasaran, seperti pendudukan kulit hitam dan pribumi yang dinilai memiliki sejarah panjang diskriminasi dalam sistem perawatan kesehatan di wilayah tersebut.

Halaman:
Reporter: Abdul Azis Said