Inggris Catat Inflasi Tertinggi 30 Tahun, Pengetatan Moneter Lanjut?

ANTARA FOTO/Justin Tallis/Pool via REUTERS/RWA/sa.
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengendarai sepeda selama kunjungannya ke pasar Makanan dan Minuman Inggris yang didirikan di Downing Street, London, Inggris, Selasa (30/11/2021).
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Maesaroh
20/1/2022, 08.35 WIB

Inflasi di Inggris mencapai rekor tertingginya dalam 30 tahun terakhir. Lonjakan inflasi mendorong pasar kembali mencermati langkah bank sentral Inggris ke depan setelah menaikkan suku bunga bulan lalu.

Inflasi di Inggris pada Desember mencapai 5,4% secara tahunan, yang merupakan rekor tertinggi sejak Maret 1992.

Inflasi bulan lalu juga lebih tinggi dari 5,1% pada November 2021. Sementara inflasi bulanan 0,5% atau di atas perkiraan ekonom 0,3%.

Kenaikan inflasi di akhir tahun masih dipengaruhi kenaikan harga energi, meningkatnya permintaan seiring pembukaan  aktivitas ekonomi serta masalah rantai pasok.

 Inflasi inti, yang tidak menghitung komponen harga bergejolak, energi alkohol dan tembakau, telah naik 4,2% secara tahunan. Ini lebih tinggi dari bulan sebelumnya 3,9%.

Kenaikan harga-harga di tingkat konsumen tampaknya menyusul kenaikan harga di tingkat produsen yang lebih dulu naik.

Inflasi harga produsen menyentuh 9,3% secara tahunan, namun mulai mendingin setelah menyentuh 9,4% pada November.

Inflasi untuk biaya yang dibayarkan oleh produsen untuk bahan baku dan energi juga menurun, menjadi 13,5% dari 15,2%.

Kenaikan inflasi yang berlanjut mendorong pasar keuangan mulai mencermati langkah bank sentral untuk mengendalikan harga-harga kedepannya.

Mayoritas dari pasar kini memperkirakan bahwa bank sentral Inggris (BoE) akan kembali menaikkan suku bunga acuannya menjadi 0,5% pada pertemuan pembuat kebijakan awal Februari.

 "BoE sudah merasa tidak nyaman dengan sikap kebijakan moneternya. Kejutan hari ini untuk pembacaan inflasi inti tentu tidak akan banyak membantu," kata ahli strategi pasar global di J.P. Morgan Asset Management Ambrose Crofton dikutip dari Reuters, Kamis (19/1).

Crofton melihat, masalah rantai pasok dan krisis energi yang menjadi pendorong inflasi tentu akan berakhir di masa mendatang.

Kendati demikian, dalam waktu dekat, kenaikan harga-harga tampaknya masih akan memburuk terutama karena kenaikan batas harga energi hingga 50% di April mendatang.

 Pejabat pembuat kebijakan BoE mengumumkan kenaikan suku bunga untuk pertama kalinya sepanjang pandemi pada bulan Desember.

Suku bunga BoE dinaikkan dari saat ini 0,1% menjadi 0,25%. Dengan demikian, BoE menjadi bank sentral besar pertama bank dunia yang mulai menormalisasi suku bunganya.

Kenaikan suku bunga dilakukan untuk mengendalikan inflasi di Inggris yang pada bulan November saja sudah menyentuh rekor tertinggi dalam satu dekade.

Bank sentral memperkirakan inflasi akan mencapai puncaknya pada April mendatang sebesar 6%.

Namun sejumlah ekonom kini memperkirakan kenaikan harga-harga akan lebih parah dari perkirakan BoE, dimana inflasi April diramal bisa mencapai 7%.

 Tekanan inflasi telah dialami sejumlah negara-negara dunia terutama di negara-negara maju.

Inflasi di Amerika Serikat pada Desember menyentuh rekor tertingginya dalam empat dekade.

Situasi ini mendorong pasar semakin yakin bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) akan mempercepat kenaikan bunga acuannya.

Pejabat pembuat kebijakan The Fed dalam pertemuan Desember lalu mengumumkan percepatan tapering off sehingga bisa diakhirinya Maret mendatang.

Setelah itu, The Fed diperkirakan akan segera menaikan bunga acuannya tiga atau bisa empat kali tahun ini.

 

Reporter: Abdul Azis Said