Kasus Covid-19 di Jepang Meledak karena Omicron, Rekor 50.000 per Hari

ANTARA FOTO/REUTERS/Carl Court/Pool /hp/cf
Ilustrasi. Jumlah kasus di Tokyo mencapai 9.699 pada Jumat (21/1), lebih dari dua kali lipat dari 4.561 yang dicatat seminggu sebelumnya.
Penulis: Agustiyanti
22/1/2022, 21.01 WIB

Tokyo mencatat rekor jumlah kasus Covid-19 harian selama empati hari berturut-turut pada Sabtu (22/1) menembus di atas 10 ribu kasus. Kasus covid-19 di seluruh Jepang mencetak rekor tertinggi mencapai 50 ribu kasus per hari untuk pertama kalinya seiring varian Omicron yang menyebar cepat. 

Ibu Kota Jepang memiliki 11.227 kasus virus corona baru J, kata pemerintah setempat sehari setelah memberlakukan kembali pembatasan mobilitas dan aktivitas bisnis hingga 2 Februari. 13.

Jumlah kasus di Tokyo mencapai 9.699 pada Jumat, lebih dari dua kali lipat dari 4.561 yang dicatat seminggu sebelumnya.

Pemerintah Tokyo menyebut, tiga orang meninggal karena Covid-19 dan 12 dalam kondisi serius pada Sabtu (22/1). Sekitar 34,3% tempat tidur rumah sakit di ibu kota digunakan oleh pasien virus corona. Pejabat setempat menyebut, tingkat hunian kamar rumah sakit untuk passen Covid-19 yang disediakan sebanyak  50%  dari total kapasitas akan mencukup dengan pemberlakuan keadaan darurat dan pembatasan yang ketat. 

Prefektur Osaka mengumumkan 7.375 infeksi, rekor kedua berturut-turut dengan dua kematian. Infeksi secara nasional mencapai setidaknya 50.200 karena hampir 30 dari 47 prefektur Jepang mencatat rekor, penyiar FNN melaporkan.

Pada hari Jumat (21/1), 78,7% populasi Jepang telah divaksinasi lengkap. Namun, baru 1,5% populasi yang menerima suntikan booster. Kementerian kesehatan Jepang pada hari yang sama juga telah menyetujui penggunaan vaksin Pfizer (PFE.N) untuk anak-anak berusia lima hingga 11 tahun dalam upaya untuk meningkatkan tingkat vaksinasi.

Lonjakan kasus akibat varian Omicron terjadi di banyak negara lain, seperti Amerika Serika, Turki, hingga sejumlah negara Eropa. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebelumnya mengingatkan semua pihak untuk tak meremehkan varian Omicron meski sebagian besar gejala yang dihasilkan lebih ringan dari Delta.

WHO menilai Infeksi Covid-19 varian Omicron tak boleh dikategorikan penyakit ringan.  Pimpinan WHO untuk manajemen klinik Janet Diaz mengatakan, studi klinis awal menunjukkan risiko rawat inap akibat infeksi varian Omicron lebih rendah dibandingkan Delta. Ia juga melihat ada penurunan risiko keparahan pada orang yang lebih muda dan lebih tua. 

Pernyataan tentang pengurangan risiko penyakit parah berpadu dengan data lain, termasuk studi dari Afrika Selatan dan Inggris. Namun, data-data tersebut sejauh ini tidak memberikan rincian lebih lanjut tentang studi atau usia kasus yang dianalisis. Dampak varian Omicron pada orang tua adalah salah satu pertanyaan besar yang belum terjawab karena sebagian besar kasus yang dipelajari sejauh ini terjadi pada orang yang lebih muda.

"Meskipun Omicron tampaknya tidak terlalu parah dibandingkan Delta, terutama pada mereka yang divaksinasi, itu tidak berarti varian ini harus dikategorikan sebagai ringan," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus pada Kamis (6/1), seperti dikutip dari Reuters. 

Ia mengatakan, Omicron seperti halnya varian sebelumnya, Omicron dapat membuat seseorang membutuhkan rawat inap hingga menyebabkan kematian. Dia memperingatkan potemsi terjadinya "tsunami"  dipicu oleh  penyebaran Omicron dan Delta. Kondisi ini  dapat membuat sistem perawatan kesehatan kewalahan, dan pemerintah berjuang untuk menjinakkan penyebaran virus.