PM Italia Minta agar Sanksi Terhadap Rusia Tak Mencakup Sektor Energi

ANTARA FOTO/REUTERS/Maxim Guchek/BelTA/Handout /WSJ/sad.
Kendaraan lapis baja selama latihan militer "Allied Resolve" yang diadakan oleh angkatan bersenjata Rusia dan Belarus di tempat pelatihan Osipovichsky di wilayah Mogilev, Belarus, Kamis (17/2/2022).
Penulis: Happy Fajrian
19/2/2022, 16.37 WIB

Perdana Menteri Italia Mario Draghi meminta agar sanksi yang dijatuhkan kepada Rusia jika menginvasi Ukraina tidak mencakup sektor energi yang dapat memperburuk krisis energi di Eropa. Saat ini Uni Eropa masih mempelajari sejumlah opsi dan jenis sanksi yang akan dijatuhkan.

“Kami mendiskusikan berbagai sanksi dengan Uni Eropa dan kami telah menegaskan posisi kami kalau sanksi difokuskan pada sektor tertentu tanpa memasukkan energi,” ujarnya dalam konferensi pers, seperti dikutip Reuters Sabtu (19/2).

Saat ini 90% kebutuhan gas Italia dipenuhi dari impor, dengan Rusia sebagai pemasok utama. Draghi mengatakan Presiden Rusia Vladimir Putin telah meminta untuk bertemu dengannya, dan dia berharap akan memungkinkan untuk mengatur pertemuan antara Putin dan pemimpin Ukraina Volodymyr Zelenskiy.

Meskipun Draghi mengatakan penting untuk menghindari sanksi pada sektor energi, dia menambahkan bahwa pemerintah sedang mencari kemungkinan pasokan gas lainnya jika impor dari Rusia tersendat karena konflik.

"Putin telah berbicara tentang kemungkinan bahwa Rusia akan terus menjamin pasokannya (ke Italia) dan meningkatkannya jika perlu," kata Draghi. Simak databoks berikut:

Pemerintah Amerika Serikat (AS) juga tengah menyiapkan sanksi jika Rusia melancarkan serangan ke Ukraina. Presiden AS Joe Biden menegaskan bahwa jika Rusia menjalankan rencananya, mereka akan bertanggung jawab atas pecahnya perang yang bisa dihindari.

“Amerika dan sekutu kami siap untuk mempertahankan setiap inci wilayah NATO dari ancaman apapun terhadap keamanan kolektif kami,” ujar Biden di Gedung Putih, dikutip Sabtu (19/2).

Sementara itu pejabat tinggi pemerintahan Biden juga memperingatkan Rusia bahwa Washington akan menanggapi "dengan tegas dan keras" jika Moskow memutuskan untuk menyerang Ukraina.

"Biaya yang ditanggung Rusia akan sangat besar, baik bagi ekonominya maupun posisi strategisnya di dunia," kata Deputi Penasihat Keamanan Nasional Daleep Singh. “Sanksi keuangan kami telah dirancang untuk membebankan biaya besar dan langsung kepada lembaga keuangan terbesar dan perusahaan milik negara di Rusia.”

Dia menambahkan bahwa pemerintah AS siap untuk memberlakukan kontrol ekspor yang akan menolak akses Rusia ke "input teknologi" yang hanya diproduksi oleh AS dan sekutunya.

Sementara di sektor energi, potensi invasi Rusia ke Ukraina telah melonjakkan harga minyak dunia hingga ke level tertingginya dalam tujuh tahun terakhir. Bahkan pengamat memperkirakan jika Rusia jadi menyerang Ukraina, harga minyak bisa menyentuh US$ 120 per barel tahun ini.

Situasi Ukraina juga menyibak ketergantungan Eropa pada gas alam Rusia. Negara-negara di benua biru dalam beberapa minggu terakhir nyaris putus asa dalam mengamankan alternatif pasokan jika Rusia memutus aliran gasnya.

Menurut analis senior David Roche, ketidakpastian terkait langkah Rusia berikutnya, terutama jika Rusia menjalankan rencananya menyerang Ukraina, akan ada sanksi yang berpotensi mendisrupsi pasar global.

“Sanksi dalam bentuk pembatasan akses terhadap mekanisme valuta asing, sistem pengiriman pesan, yang mencegah mereka mengekspor komoditasnya, baik minyak, gas, atau batu bara, saya pikir pada saat itu harga minyak bisa mencapai US$ 120,” ujar Roche

Sanksi ini bisa menjadi masalah besar. Sebab, Rusia adalah pengekspor utama Eropa, dan pengekspor minyak mentah yang besar ke Amerika. Belum lagi semua bisnis besar di Eropa dan Amerika juga beroperasi di Rusia.