Rekor Tertinggi Harga CPO Dipicu Krisis Rusia dan Masalah Pasokan

ANTARA FOTO/Rahmad/hp.
Pekerja melintas di depan tumpukan kelapa sawit di Desa Mulieng Manyang, Kecamatan Kuta Makmur, Aceh Utara, Aceh, Rabu (3/11/2021). Harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di Aceh dari Rp1.800 perkilogram naik menjadi Rp3000 perkilogram menyusul tingginya permintaan Crude Palm Oil (CPO) di pasar
Penulis: Maesaroh
22/2/2022, 17.34 WIB

Harga crude palm oil (CPO) kembali menyentuh rekor tertinggi pada hari ini. Melambungnya harga CPO dipicu sejumlah faktor mulai dari semakin memanasnya krisis Rusia-Ukraina, ketatnya pasokan CPO, melonjaknya harga minyak  kedelai, hingga penurunan bea impor CPO di India.

Pada perdagangan di Bursa Berjangka Malaysia hari ini, harga CPO untuk pengiriman Mei ditutup di level 5.845 ringgit/ton. Level tersebut merupakan rekor tertinggi sepanjang sejarah.

Harga tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan penutupan pada Senin yakni  5.677 ringgit/ton.

Harga CPO melonjak tajam dalam empat hari terakhir, terutama dipicu krisis Ukraina-Rusia dan terbatasnya pasokan.

 Seperti diketahui, krisis Rusia-Ukraina semakin memanas setelah Rusia menerbitkan Dekrit pada Senin (21/2).

Dekrit tersebut berisi pengakuan kedaulatan atas "Republik Rakyat Luhansk (LPR)" dan "Republik Rakyat Donetsk (DPR)" - dua wilayah yang memisahkan diri dari Ukraina- sebagai negara merdeka dan berdaulat.

Pengakuan ini dianggap menyalahi hukum internasional. Putin juga memerintahkan Kementerian Pertahanan Rusia untuk mengirim pasukan ke dua wilayah timur Ukraina yang memisahkan diri tersebut.

Kremlin menyebut pengerahan pasukan Rusia untuk "menjaga perdamaian" di Ukraina timur.

Sementara itu, persoalan terbatasnya pasokan masih menjadi kekhawatiran meskipun Malaysia sudah meningkatkan ekspor CPO mereka bulan ini.

Dilansir dari Bloomberg, ekspor CPO Malaysia pada 1-20 Februari mencapai 818,293 ton memang naik 25% dibandingkan bulan sebelumnya.

 Paramalingam Supramaniam, Direktur Pelindung Bestari, broker komoditas yang berbasis di Selangor, mengatakan persoalan kekurangan tenaga kerja bisa mengganggu pasokan CPO Malaysia setidaknya sampai Maret tahun ini.

Produksi bulanan CPO Malaysia diperkirakan akan di berada level di 1,8-2 juta ton.

Sebagai informasi, pandemi Covid-19 dan kebijakan lockdown di Malaysia membuat pasokan CPO dari negara tersebut berkurang drastis. Pasalnya, sebagian besar pekerja di Malaysia adalah imigran dan mereka harus pulang ke negaranya karena pandemi.

 Berbanding terbalik dengan Malaysia, pasokan CPO dari Indonesia diperkirakan masih terhambat. 
Pasalnya, Indonesia sebagai salah satu produsen CPO terbesar di dunia diperkirakan tidak bisa mengekspor CPO sebesar tahun lalu.

Seperti diketahui, sejak 27 Januari 2021, Indonesia mengeluarkan aturan kewajiban pasar domestik (DMO) dan kewajiban harga domestik (DPO) pada produk CPO dan bahan baku minyak goreng (migor). 

Seluruh eksportir yang akan mengekspor wajib memasok minyak goreng ke dalam negeri sebesar 20% dari volume ekspor mereka masing–masing. 
Kewajiban inilah yang diperkirakan berdampak ke pasokan CPO dari Indonesia.

Kenaikan harga minyak kedelai juga membuat harga CPO melambung. Pasalnya, CPO dijadikan substitusi untuk minyak kedelai. Harga kedelai sendiri melambung karena terganggunya panen akibat persoalan cuaca.

Selain itu, keputusan pemerintah India untuk menurunkan bea impor produk minyak tropis termasuk CPO dari 7,5% ke 5% juga diperkirakan bakal mendongkrak permintaan CPO dari negara tersebut.

India adalah importir terbesar CPO di dunia.
Penurunan pajak bea impor CPO dan melonjaknya kedelai membuat CPO menjadi pilihan utama importir India.

"Dengan penurunan bea impor ini, CPO menjadi semakin menarik bagi importir India dibandingkan produk lainnya," tutur Sandeep Bajoria, chief executive officer dari Sunvin Group.