PT Pertamina (Persero) hadir di Dubai Expo untuk mempromosikan pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia. Lewat ajang ini, perusahaan minyak pelat merah itu ingin menggandeng investor yang peduli terhadap energi baru dan terbarukan (EBT).
Adapun Dubai Expo merupakan ajang untuk mempromosikan seluruh potensi perdagangan, peluang investasi, dan pariwisata. Ahmad Yuniarto, President Director of Pertamina Geothermal Energy, mengatakan ajang ini menjadi kesempatan untuk memperluas jaringan internasional untuk transisi energi.
“Melalui kerja kemitraan yang saling menguntungkan dan menciptakan nilai lebih lanjut bagi dunia,” kata Yuniarto saat menjadi pembicara di webinar Indonesia’s Pertamina Sets Initiatives for Accelerating Energy Transition to Become a Global Energy Champion, Jumat (18/3), malam.
Pertamina terus berkomitmen untuk mengembangkan EBT, salah satunya dengan mengoptimalkan energi panas bumi. Sebagai wilayah yang berada di area ‘cincin api’, saat ini Indonesia memiliki 13 wilayah kerja energi panas bumi dengan total kapasitas 1.877 megawatt.
Panas bumi merupakan salah satu sumber energi hijau terbesar di Indonesia yang mampu diubah menjadi listik yang bersih. Selain itu, di sekitar wilayah kerja energi panas bumi dapat dimanfaatkan sebagai lokasi wisata hijau dan wisata industri hijau. “Panas bumi adalah sumber energi yang stabil dan kita punya kapasitas yang besar,” kata Yuniarto.
Senior Vice President Strategy and Investment Pertamina, Daniel Purba, mengatakan kebijakan keberlanjutan yang diambil Pertamina merupakan ambisi untuk menjadi perusahaan energi global terkemuka. Dalam lima tahun ke depan, Pertamina mengalokasikan 14 % dari total belanja modal untuk energi bersih.
“Kami punya program untuk geothermal dan akan menerapkan biofuel dengan mencampur metanol dan etanol ke dalam bensin,” ujar Daniel.
Selain itu, Pertamina akan memamerkan potensi energi baru terbarukan (EBT) lainnya di Indonesia seperti tenaga surya, angin, maupun hidro. Mereka juga akan meningkatkan kapasitas bisnis energi panas bumi yang telah berjalan hingga 2.000 megawatt.
“Juga pada sistem baterai dan penyimpanan, kami berpartisipasi dalam perusahaan baterai Indonesia untuk meningkatkan kapasitas baterai menjadi 140 gigawatt pada tahun 2029,” katanya.
Daniel pun mengakui, saat ini sebagian besar sumber energi di Indonesia berasal dari fosil. Namun di sisi lain, RI juga memiliki banyak sumber EBT yang melimpah. “Tapi bagaimanapun kita harus mulai sekarang. Jadi hanya masalah teknologi untuk membawanya ke permukaan untuk memproduksinya secara massal,” katanya.