Ekonomi Sri Lanka Benar-benar Ambruk, Seburuk Apa Kondisinya?
Perdana Menteri Sri Lanka menyebut ekonomi negaranya saat ini benar-benar sudah runtuh. Negara Asia Selatan yang kini dilanda krisis pangan dan energi sedang meminta bantuan mitra globala dan Dana Moneter Internasional atau IMF untuk menstabilkan perekonomian.
“Ekonomi kami telah menghadapi keruntuhan total,” ujar Wickremesinghe, seperti dikutip dari CNN, Jumat (24/6).
Ia mengatakan, negara kepulauan dengan penduduk 22 juta jika ini menghadapi situasi yang jauh lebih serius selain masalah kekurangan pangan hingga energi. Sri Lanka berada di tengah-tengah krisis keuangan terburuk dalam tujuh dekade, setelah cadangan devisanya anjlok ke level terendah. Negara ini kehabisan dolar AS untuk membayar impor barang-barang yang penting, esperti makanan, obat-obatan, dan bahan bakar.
Dalam beberapa minggu terakhir, pemerintah telah mengambil tindakan drastis untuk mengatasi krisis, termasuk menerapkan empat hari kerja seminggu bagi pekerja sektor publik untuk memberi mereka waktu bercocok tanam sendiri. Namun, langkah-langkah tersebut tidak banyak membantu meringankan perjuangan yang dihadapi oleh banyak orang di negara ini.
Di beberapa kota besar, termasuk ibukota komersial, Kolombo, ratusan orang terus mengantri berjam-jam untuk membeli bahan bakar, terkadang bentrok dengan polisi dan militer saat mereka menunggu. Frekuensi perjalanan kereta telah berkurang, memaksa para pelancong untuk masuk ke kompartemen dan bahkan duduk dengan posisi genting di atas kereta saat mereka pergi bekerja.
Pasien tidak dapat melakukan perjalanan ke rumah sakit karena kekurangan bahan bakar dan harga makanan yang melonjak. Beras, makanan pokok di negara Asia Selatan ini, telah menghilang dari rak di banyak toko dan supermarket.
Pejabat Polisi mengatakan bahwa dalam pekan ini saja, 11 orang tewas menunggu antrian bahan bakar.
Wickremesinghe, yang menjabat beberapa hari setelah protes kekerasan memaksa pendahulunya Mahinda Rajapaksa untuk mengundurkan diri, menyalahkan pemerintah sebelumnya atas situasi negara itu.”
Bukanlah tugas yang mudah untuk menghidupkan kembali sebuah negara dengan ekonomi yang benar-benar runtuh, terutama yang sangat rendah cadangan devisanya," katanya.
Menurut dia, jika pemerintah sebelumnya mengambil langkah-langkah untuk memperlambat keruntuhan ekonomi di awal, kondisi yang dihadapi Sri Lanka tidak akan sesulit saat ini.
Pekan lalu, Menteri Tenaga dan Energi Sri Lanka mengatakan kepada wartawan bahwa negara itu hanya memiliki stok bahan bakar yang cukup untuk lima hari terakhir.
Sri Lanka mengandalkan negara tetangganya, India untuk tetap bertahan melalui pinjaman sebesar US$4 miliar. Namun, Wickremesinghe mengatakan pinjaman ini juga mungkin tidak cukup.
"Kami telah meminta lebih banyak bantuan pinjaman dari rekan-rekan India kami. Tetapi bahkan India tidak akan dapat terus mendukung kami dengan cara ini," katanya.
Langkah selanjutnya, katanya, adalah mencapai kesepakatan dengan IMF. Ini menjadi satu-satunya pilihan Sri Lanka.
“Tujuan kami adalah mengadakan diskusi dengan IMF dan mencapai kesepakatan untuk mendapatkan fasilitas kredit tambahan," kata Wickremesinghe.
Dia menambahkan Sri Lanka saat ini sedang dalam diskusi dengan Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia dan Amerika Serikat untuk mengamankan pinjaman jangka pendek sementara hingga menerima dukungan IMF.
Ia mengatakan, sebuah tim perwakilan dari Departemen Keuangan AS akan tiba di Sri Lanka minggu depan. Selain itu, Sri Lanka akan mencari bantuan dari Cina dan Jepang - dua dari negara pemberi pinjaman utama negara tersebut.
“Jika kami menerima segel persetujuan IMF, dunia akan sekali lagi mempercayai kita. Ini akan membantu kami untuk mendapatkan bantuan pinjaman serta pinjaman berbunga rendah dari negara lain di dunia,” katanya.