Rusia Resmi Gagal Bayar Utang Rp 1,48 Triliun Imbas Invasi ke Ukraina

ANTARA FOTO/REUTERS/Christian Mang/aww/cf
Warga membawa bendera Rusia saat mereka berkumpul memperingati Hari Kemenangan dan 77 tahun berakhirnya Perang Dunia ke-2, di Soviet War Memorial ti Treptower Park di Berlin, Jerman.
Penulis: Syahrizal Sidik
27/6/2022, 15.46 WIB

Rusia mengalami gagal bayar (default) atas utang luar negeri untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade terakhir setelah negara itu menginvasi Ukraina.

Seperti dilansir dari Reuters, pemegang surat utang pemerintah Rusia belum menerima bunga yang seharusnya jatuh tempo pada Minggu kemarin senilai US$ 100 juta atau sekitar Rp 1,48 triliun dengan asumsi kurs rata-rata Rp 14.800 per US$. Rusia sebelumnya telah berjuang untuk mempertahankan pembayaran obligasi yang beredar $40 miliar sejak invasinya ke Ukraina pada 24 Februari.

"Tapi karena sanksi besar-besaran telah secara efektif memutuskan negara itu dari sistem keuangan global dan membuat asetnya tidak tersentuh oleh banyak investor," bunyi laporan tersebut dikutip Senin (27/6).

Kremlin sebelumnya telah berulang kali mengatakan tidak ada alasan bagi Rusia untuk default. Hal ini disebabkan karena Rusia tidak dapat mengirim uang kepada pemegang obligasi karena sanksi yang dijatuhkan Uni Eropa kepada Rusia yang membatasi akses kepada jaringan perbankan internasional.

Upaya Rusia untuk menghindari apa yang akan menjadi default besar pertama pada obligasi internasional sejak revolusi Bolshevik lebih dari satu abad yang lalu mencapai hambatan yang tidak dapat diatasi pada akhir Mei ketika Kantor Pengawasan Aset Asing (OFAC) Departemen Keuangan AS secara efektif memblokir Moskow dari melakukan pembayaran.

"Sejak Maret kami berpikir bahwa default Rusia mungkin tak terelakkan, dan pertanyaannya adalah kapan," kata Dennis Hranitzky, kepala litigasi berdaulat di firma hukum Quinn Emanuel, mengatakan kepada Reuters.

"OFAC telah turun tangan untuk menjawab pertanyaan itu untuk kami, dan standarnya sekarang ada pada kami," ungkapnya.

Moskow telah bergegas dalam beberapa hari terakhir untuk menemukan cara menangani pembayaran yang akan datang dan menghindari default.

Presiden Vladimir Putin menandatangani dekrit pada Rabu lalu untuk meluncurkan prosedur sementara dan memberikan pemerintah 10 hari untuk memilih bank untuk menangani pembayaran di bawah skema baru. Ini menunjukkan Rusia akan mempertimbangkan kewajiban utang terpenuhi ketika membayar pemegang obligasi dalam rubel.

"Rusia mengatakan bahwa mereka mematuhi kewajiban di bawah persyaratan obligasi," kata Kepala Kejahatan Korporasi dan Investigasi di firma hukum Eversheds Sutherland Zia Ullah kepada Reuters.

"Jika Anda sebagai investor tidak puas, misalnya, jika Anda tahu uang itu disimpan di rekening escrow, yang secara efektif akan menjadi dampak praktis dari apa yang Rusia katakan, jawabannya adalah, sampai Anda melunasi kewajiban, Anda belum memenuhi syarat-syarat obligasi.”