Pada Agustus 2022 harga bahan bakar minyak (BBM) di Bangladesh naik hingga lebih dari 50%, lantaran pemerintah setempat tak mampu lagi memberi subsidi di tengah kenaikan harga minyak global.
Dalam situasi ini pemerintah Bangladesh pun berniat membeli minyak dari Rusia karena harganya yang lebih murah.
"Akibat perang Rusia-Ukraina, rakyat menderita karena kenaikan harga minyak global. India dan negara-negara lain membeli minyak dari Rusia, jadi kami harus melihat apakah kami dapat ikut membeli (dari Rusia)," kata Perdana Menteri Bangladesh, dilansir Nikkei Asia, Sabtu (27/8/2022).
Menurut laporan Nikkei Asia, sebelumnya Bangladesh biasa mengimpor minyak dari Timur Tengah. Namun, dengan harga minyak yang kini sudah menembus US$100 per barel, Bangladesh mempertimbangkan untuk beralih ke perusahaan Rusia yang menawarkan minyak olahan (refined fuel oil) seharga US$59 per barel.
Bahan bakar yang lebih terjangkau itu diharapkan dapat meringankan tekanan ekonomi di Bangladesh.
"Kami mengalami krisis BBM dan kami adalah negara miskin. Jika kami dapat menghemat beberapa dolar dengan membeli minyak dari Rusia, kami harus melakukannya," kata M. Shamsul Alam, profesor di Universitas Internasional Daffodil Dhaka, Bangladesh, dilansir Nikkei Asia, Sabtu (27/8/2022).
Adapun sejak awal perang sampai 11 Juli 2022 minyak Rusia paling banyak dibeli oleh Tiongkok dan sejumlah negara di Eropa. Namun, pembelian minyak Rusia ini dikritik keras oleh Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA), lembaga riset asal Finlandia.
"Pendapatan dari ekspor bahan bakar fosil menjadi pendukung utama pembiayaan militer dan agresi brutal Rusia terhadap Ukraina," tegas CREA dalam laporan Financing Putin's War.
CREA pun mendorong negara-negara untuk membatasi bahkan menyetop total pembelian energi fosil dari Rusia, demi membantu mengakhiri kekacauan perang di wilayah Ukraina.
"Buat rencana untuk mengganti energi fosil Rusia dengan energi bersih sesegera mungkin," usul CREA.