Buka KTT G20 di Bali, Jokowi Minta Perang Dihentikan

ANTARA FOTO
Presiden Joko Widodo saat membuka Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Nusa Dua, Bali pada Selasa (15/11).
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
15/11/2022, 09.50 WIB

Presiden Joko Widodo membuka Konferensi Tingkat Tinggi atau KTT G20 Indonesia 2022 di The Apurva Kempinski Bali. Dalam sambutannya, Ia menekankan pentingnya kolaborasi untuk menyelamatkan dunia, khususnya untuk menghentikan perang. 

Jokowi mengatakan, negara-negara anggota G20 harus bersikap bertanggung jawab terhadap hukum internasional dan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB. Menurutnya, hal tersebut penting agar dunia tidak mengalami perang dingin yang kedua. 

“Artinya, tidak menciptakan Zero-Sum Game. Kita tidak seharusnya membagi dunia menjadi bagian-bagian yang akan menjadi awal perang dingin selanjutnya,” kata Presiden Jokowi, Selasa (15/11). 

Menurut dia, pemimpin negara anggota G20 tidak hanya bertanggung jawab terhadap masyarakat di negaranya, tapi juga seluruh dunia. Ia menekankan, keberhasilan dapat tercapai dengan komitmen untuk menyisihkan perbedaan untuk mengadakan sesuatu yang bermanfaat bagi dunia. 

Kepala negara juga menyatakan perlu upaya luar biasa untuk mengumpulkan 16 pemimpin negara selain Indonesia. Adapun, ketiga negara yang tidak mengirimkan pemimpin negaranya adalah Brasil, Rusia, dan Meksiko. 

Menurut Jokowi, dunia saat ini menghadapi tantangan yang luar biasa, seperti pandemi yang belum usai dan peperangan. Kedua hal tersebut memiliki dampak yang besar, terutama kepada negara berkembang, 

Perang antara Rusia dan Ukraina membuat pasokan pupuk dari Rusia ke dunia tersendat. Hal tersebut pada akhirnya menyebabkan krisis pangan di  berbagai penjuru dunia. Jokowi pun menilai krisis pangan yang terjadi saat ini telah memasuki kondisi yang sangat serius. 

“Hari ini mata dunia tertuju pada pertemuan kita. Apakah kita akan mencetak keberhasilan atau menambah satu lagi angka kegagalan? G20 harus berhasil dan tidak boleh gagal,” kata Jokowi. 

Badan Pangan dan Pertanian Dunia atau Food and Agriculture Organization (FAO)  menilai Indonesia berperan penting sebagai presidensi G20 memiliki peran penting mengatasi krisis pangan. Indonesia dinilai dapat memanfaatkan posisi untuk mendorong negara-negara anggota G20 dalam mengatasi masalah krisis pangan, serta kelaparan yang terus meningkat di dunia. 

Perwakilan FAO untuk Indonesia dan Timor Leste, Rajendra Aryal menyampaikan bahwa harga pangan telah melonjak ke rekor tertinggi tahun ini. Pupuk menjadi terlalu mahal bagi banyak petani, dan jumlah orang yang menghadapi kerawanan pangan terus meningkat. Berkaca dari kejadian sebelumnya, kondisi tersebut akan memberikan dampak terbesar kepada mereka yang mengalami kemiskinan.   

“Kenaikan harga pangan mempengaruhi kita semua, tetapi dampaknya paling dirasakan oleh mereka yang rentan dan oleh negara-negara yang sudah mengalami krisis pangan," ujar Rajendra, pada Jumat (14/10).

Data FAO menyebutkan, saat ini terdapat 3,1 miliar orang di seluruh dunia yang tidak mampu membeli makanan sehat. Selain itu, angka kelaparan terus meningkat dan berdampak pada 828 juta orang pada 2021. Adapun dalam dua tahun terakhir, jumlah orang yang masuk dalam kategori rawan pangan meningkat dari 135 juta (2019) menjadi 193 juta (2021 dan 2022).  

FAO juga memprediksi kemungkinan yang lebih buruk, di mana sekitar 970 ribu orang diperkirakan akan hidup dalam kondisi kelaparan di lima negara. Negara tersebut seperti Afghanistan, Ethiopia, Somalia, Sudan Selatan dan Yaman. Angka tersebut sepuluh kali lebih banyak dari enam tahun lalu, ketika hanya dua negara yang masyarakatnya menghadapi kondisi serupa.

Reporter: Andi M. Arief

Dalam rangka mendukung kampanye penyelenggaraan G20 di Indonesia, Katadata menyajikan beragam konten informatif terkait berbagai aktivitas dan agenda G20 hingga berpuncak pada KTT G20 November 2022 nanti. Simak rangkaian lengkapnya di sini.