18 Anak Uzbekistan Meninggal Akibat Obat Sirop Beracun Asal India

123rf.com
Ilustrasi anak sakit di rumah sakit
Penulis: Yuliawati
29/12/2022, 12.55 WIB

Kementerian Kesehatan Uzbekistan melaporkan 18 anak meninggal dunia setelah mengkonsumsi obat sirup buatan perusahaan obat asal India, Marion Biotech Pvt Ltd. Kematian anak ini menambah deret kasus keracunan obat yang mengandung etilen glikol di dunia.

Pemerintah Uzbekistan mengatakan 18 dari 21 anak yang mengonsumsi sirup dengan merek Doc-1 Max mengalami pernapasan akut hingga meninggal. Obat tersebut untuk mengatasi gejala pilek dan flu.

Obat batuk dan pilek yang dikonsumsi itu diduga mengandung etilen glikol. Orang tua dan apoteker memberikan obat tanpa resep dokter dan diduga melebihi dosis standar untuk anak-anak.

Kasus kematian anak di Uzbek mirip dengan yang dialami anak-anak di Gambia, Afrika Selatan. Sebanyak 70 anak Gambia dilaporkan meninggal dunia setelah mengonsumsi obat batuk dan pilek buatan Maiden Pharmaceuticals Ltd yang berbasis di New Delhi.

Bahkan, di Indonesia kasus keracunan obat sirup yang mengandung etilen glikol menyebabkan 178 anak meninggal dunia. Kementerian Kesehatan mencatat terdapat 325 kasus gagal ginjal akut di Indonesia per 1 November 2022.

Obat sirup yang mengandung etilen glikol ini menyebabkan gagal ginjal akut. Kasus ginjal akut turun drastis setelah pemerintah menghentikan peredaran obat sirup.

Pemerintah juga mengimpor Fomepizole sebagai penawar gagal ginjal. Sebanyak 10 dari 11 pasien mengalami perbaikan secara klinis setelah mengonsumsi Fomepizole.

Pemerintah juga mengusut perusahaan yang terlibat dalam kasus dugaan obat sirop tercemar zat kimia berbahaya. Terdapat empat tersangka, tiga merupakan perusahaan farmasi, sedangkan satu adalah pemasok bahan kimia.

Tiga perusahaan farmasi yang menjadi tersangka adalah PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries, dan PT Afi Farma. Sedangkan penyalur bahan kimia yang berstatus tersangka yakni CV Samudera Chemical.

Status tersangka Yarindo dan Universal diberikan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).  "Hasil pengawasan terhadap produk dan bahan baku mengandung cemaran etilen glikol dan dietilen glikol, produsen telah melanggar," kata Penny dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (17/11) dikutip dari Antara.

Penny mengatakan dua perusahaan terbukti melanggar aturan batas cemaran etilen glikol dan dietilen glikol maksimal 0,1%. BPOM juga sudah mencabut sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dari perusahaan farmasi yang bermasalah secara hukum.

Sedangkan status tersangka Adi Farma dan Samudera Chemical ditetapkan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim). "Yang ditetapkan tersangka itu korporasi," kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Pol. Dedi Prasetyo pada Kamis (17/11).

Dari penyidikan, Afi Farma diduga mendapatkan bahan baku tambahan dari CV Samudera Chemical. Polisi bersama BPOM lalu menemukan 42 drum propilen glikol mengandung etilen glikol yang melebihi ambang batas.