PBB Desak Sudan untuk Hentikan Pertempuran Segera

ANTARA FOTO/REUTERS/Mohamed Nureldin Abdallah/File Photo/aww/cf
Mohamed Nureldin Abdallah/File Photo ARSIP FOTO: Warga sipil berjalan melewati tulisan grafiti dalam bahasa Arab "Freedom, Peace, Justice and Civilian" (kebebasan, kedamaian, keadilan dan sipil) di distrik Burri di Khartoum, Sudan, Jumat (10/7/2020).
21/4/2023, 13.25 WIB

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Antonio Guterres mendesak tentara Sudan dan pasukan paramiliter untuk segera menghentikan pertempuran dan menyerukan gencatan senjata.

Seruan itu disampaikan setelah pertemuan yang diadakan oleh Uni Afrika untuk membahas situasi dramatis di Sudan. Sedikitnya 270 korban tewas dan 2.600 orang cedera dalam bentrokan yang terjadi sejak 15 April 2023.

"Ada konsensus kuat untuk mengutuk pertempuran yang sedang berlangsung di Sudan dan menyerukan penghentian permusuhan," kata Guterres kepada wartawan, Kamis (20/4) melansir Antara.

Sebagai informasi, terjadi pertempuran antara tentara militer Sudan (SAF) dan kelompok paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) berlangsung sejak Sabtu (15/4) di Ibu Kota Khartoum dan wilayah sekitarnya.

RSF menuduh tentara Sudan menyerang pasukannya di selatan Khartoum dengan senjata ringan dan berat, sementara militer mengklaim bahwa pasukan paramiliter menyebarkan kebohongan, dan menyebutnya sebagai kelompok pemberontak.

Sementara itu, Sudan tidak memiliki pemerintahan aktif sejak Oktober 2021, ketika militer membubarkan pemerintahan transisi Perdana Menteri Abdalla Hamdok, dan mengumumkan keadaan darurat atau dikudeta.

Sebagai prioritas utama, Guterres mengimbau agar gencatan senjata berlangsung setidaknya selama tiga hari (bersamaan dengan Hari Raya Idul Fitri). Hal itu memungkinkan warga sipil yang terjebak di zona konflik agar bisa menyelamatkan diri, mencari perawatan medis, dan mendapatkan makanan serta pasokan penting lainnya.

"Semua pihak yang berkonflik adalah Muslim. Kita saat ini menyambut momentum sangat penting bagi umat Muslim. Saya pikir ini adalah saat yang tepat untuk mengadakan gencatan senjata," tutur Guterres.

Dia juga menyatakan keprihatinan mendalam atas banyaknya warga sipil yang menjadi korban, situasi kemanusiaan yang buruk, dan prospek eskalasi lebih lanjut yang mengerikan. Guterres juga mengungkapkan bahwa gudang, kendaraan, dan aset kemanusiaan lainnya telah diserang, dijarah, dan disita.

Di sisi lain, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan melakukan panggilan telepon dengan dua pemimpin militer yang berseteru di Sudan, guna menegaskan pentingnya pelindungan terhadap warga dan institusi Turki di tengah konflik di negara itu.

Menurut pernyataan Direktorat Komunikasi, pada Kamis (20/4), Erdogan melakukan panggilan telepon terpisah dengan Ketua Dewan Kedaulatan Sudan Jenderal Abdel Fettah al-Burhan dan Wakil Ketua sekaligus pemimpin Pasukan Dukungan Cepat (RSF) Muhammad Hamdan Dagalo.

Dalam pembicaraan telepon tersebut, Presiden Erdogan mengatakan Turki memperhatikan perkembangan situasi di Sudan dan menegaskan dukungan tulus Ankara terhadap proses transisi di Sudan sejak awal.

Erdogan mengatakan peristiwa baru-baru ini telah merusak perjuangan yang berlangsung sejak 2018 dan membahayakan pencapaian periode transisi. Dia mengajak para pihak untuk mengakhiri konflik dan pertumpahan darah serta kembali ke meja dialog.

Erdogan juga meminta Sudan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan persatuan masyarakat dan menyelesaikan masalah dengan akal sehat dan pikiran terbuka.

Erdogan lebih lanjut mengatakan Turki akan terus mendukung Sudan dan rakyatnya dalam proses transisi dan siap memberikan semua jenis dukungan, termasuk menjadi tuan rumah kemungkinan inisiatif mediasi.

Dia juga menekankan bahwa tindakan yang tepat harus diambil untuk memastikan penggunaan Bandara Khartoum yang aman untuk memastikan transportasi warga Turki kembali ke tanah airnya dan membuka koridor bantuan kemanusiaan.

Reporter: Antara