Bank sentral Turki menaikkan suku bunga acuannya pada Kamis (22/6) waktu setempat hampir dua kali lipat dari 8,5% menjadi 15%. Kenaikan dramatis suku bunga ini dilakukan untuk menekan inflasi yang melonjak di negara tersebut di tengah pemerintahan periode kedua Presiden Recep Tayyip Erdogan.
Kenaikan suku bunga mencapai 650 basis poin adalah kenaikan suku bunga yang pertama di negara itu sejak Maret 2021. Kenaikan ini masih di bawah ekspektasi analis yang memperkirakan suku bunga akan naik 11,5% menjadi 20%.
“Komite memutuskan untuk memulai proses pengetatan moneter untuk menurunkan inflasi sesegera mungkin, menahan ekspektasi inflasi, dan untuk mengendalikan perilaku harga,” demikian pernyataan Bank Sentral Turki yang dipimpin oleh Gubernur Bank Sentral Hafize Gaye Erkan seperti dikutip dari CNBC, Jumat (23/6).
Meski kenaikan suku bunga hampir dua kali lipat, beberapa analis mengkritik langkah bank sentral tersebut karena tidak cukup untuk mengendalikan inflasi.
"Ini mengecewakan karena kenaikannya tidak cukup,” ujar ahli strategi pasar berkembang di BlueBay Asset Management Timothy Ash dalam risetnya.
Lira Turki Anjlok
Lira melemah dari 23,54 per doalr AS menjadi 24,1 per dolar AS sesaat setelah pengumuman kenikaan suku bunga. Ini adalah rekor terendah berdasarkan data Reuters.
George Dyson, analis senior di konsultan Control Risks memperkirakan kenaikan suku bunga Turki akan berlanjut hingga menyentuh 20% atau lebih tinggi.
Menteri Keuangan Turki Mehmet Simsek mengatakan kenaikan suku bunga harus dilakukan secara berhati-hati., "Saya yakin Bank Sentral khawatir akan secara tidak sengaja memicu krisis utang dan memperlambat ekonomi terlalu cepat,” katanya kepada CNBC.
Hamish Kinnear, seorang analis senior Timur Tengah dan Afrika Utara di firma intelijen risiko Verisk Maplecroft juga menilai keputusan ini adalah ttanda bahwa gubernur baru berusaha melangkah dengan hati-hati untuk menghindari bentrokan dengan Presiden Erdogan. "Gubernur bank sentral terakhir yang menaikkan suku bunga dipecat oleh presiden setelah kurang dari lima bulan menjabat,” kata Kinnear.
Kilas Balik Kebijakan Suku Bunga Turki
Turki terus menurunkan suku bunga kebijakannya dari 19% pada akhir 2021 menjadi 8,5% pada Maret karena inflasi menembus 80% pada akhir 2022 dan turun hingga di bawah 40% pada Mei. Ortodoksi ekonomi tradisional berpendapat bahwa suku bunga harus dinaikkan untuk mendinginkan inflasi. Namun, Erdogan yang menyatakan diri sebagai musuh suku bunga menyebu bahwa suku bunga adalah ibu dari segala kejahatan dan secara vokal mendukung strategi penurunan suku bunga.
Hasil dari kebijakan Erdogan adalah krisis biaya hidup bagi orang Turki karena mata uang negara itu, lira, anjlok. Lira kehilangan sekitar 80% nilainya terhadap dolar dalam lima tahun terakhir. Akibatnya, Turki memiliki cadangan mata uang asing yang sangat rendah karena menjual miliaran dolar dalam valuta asing untuk menopang lira.
Arsitek dari upaya Turki untuk kembali ke ortodoksi ekonomi adalah Simsek, menteri keuangan yang ditunjuk Erdogan. Ia sebelumnya menjabat sebagai wakil perdana menteri dan menteri keuangan antara 2009 dan 2018, dan dihormati secara luas oleh investor.
Setelah beberapa tahun Erdogan memiliki kendali besar terhadap bank sentral Turki, ia tampaknya belakangan bersedia membiarkan para pembuat kebijakan moneter lebih mandiri.
"Erdogan telah menerima bahwa rasa sakit jangka pendek diperlukan untuk memperbaiki ekonomi, dan tampaknya mengangkat Simsek akan menguntungkan pasar,” kata Dyson.
Namun, menurut dia, ada ketidakpastian terkait berapa lama Erdogan akan menoleransi rasa sakit perekonomian akibat upaya untuk mengendalikan inflasi. Menurut dia, godaan bagi Erdogan untuk kembali campur tangan pada kebijakan bank sentral masih sangat besar.