Hubungan antara pemerintah Rusia dan tentara bayarannya, Wagner terus memanas. Dalam perkembangannya, Pemimpin Wagner Yevgeny Prigozhin mengaku tidak berencana untuk menggulingkan pemerintah Rusia, melainkan hanya ingin menyuarakan protes dan mencegah pembubaran kelompok paramiliter tersebut.
Sebelumnya, Presiden Rusia Vladimir Putin menuduh Yevgeny berkhianat, setelah pasukan Wagner melintasi perbatasan Ukraina-Rusia dan memasuki Kota Rostov-on-Don. Di lain pihak, Prigozhin menuding pasukan Rusia menyerang kelompok tentara bayaran tersebut.
Melalui pesan di Telegram kepada Anadolu pada Senin (26/6), Prigozhin mengatakan Kementerian Pertahanan Rusia merencanakan penandatanganan kontrak dengan semua pejuang Wagner untuk menjadikan mereka bagian dari tentara Rusia. Namun, dia menilai rencana tersebut akan menghancurkan kemampuan tempur Wagner.
Pada Mei, Kemhan Rusia mengumumkan rencana untuk menandatangani kontrak dengan semua pejuang di Ukraina yang bertempur di bawah bendera Rusia.
Menurut Kemhan Rudia, penandatangan itu adalah satu-satunya cara legal untuk memastikan hak mereka, termasuk hak atas dukungan sosial, serta penyediaan amunisi dan peralatan.
Prigozhin menyebutkan hanya 1%-2% dari militan Wagner yang setuju untuk bergabung dengan tentara Rusia. Sementara itu, sisanya berbaris menuju Kota Rostov-on-Don dalam 'Pawai Keadilan' pada akhir pekan lalu dengan membawa tujuan damai.
Namun, menurut Prigozhin, prosesi tersebut dihantam dengan rudal yang ditembakkan dari helikopter hingga menewaskan sekitar 30 orang. Dia menuding kepala militer Rusia bertanggung jawab atas insiden itu.
Sebagai tanggapan, kelompok Wagner melakukan serangan terhadap Angkatan Udara Rusia. Dia tidak menyebutkan berapa banyak orang yang tewas.
"Kami berhenti pada saat detasemen pertama mendekati Moskow, mengerahkan artileri, melakukan pengintaian, dan jelas akan terjadi pertumpahan darah,” tutur Prigozhin.
"Kami berhenti karena dua faktor. Pertama, kami tidak ingin menumpahkan darah warga Rusia. Kedua, kami pergi untuk menunjukkan protes kami, dan bukan untuk menggulingkan pemerintah di negara itu," ujar dia.
Ketika kelompok Wagner berjarak sekitar 200 kilometer dari Moskow, Presiden Belarusia Alexander Lukashenko mengulurkan tangan dan menawarkan bantuan penyelesaian secara hukum.