Suhu Udara Global Sentuh Rekor Tertinggi, Emisi Karbon Cina Jadi Fokus

ANTARA FOTO/REUTERS/Adnan Abidi/hp/sad.
Sebuah ekskavator mencoba memadamkan api saat asap mengepul dari pembakaran sampah saat cuaca panas ekstrem di lokasi pembuangan sampah Bhalswa di New Delhi, India, Jumat (29/4/2022).
Penulis: Happy Fajrian
9/7/2023, 18.04 WIB

Pada Senin 3 Juli 2023, rata-rata suhu udara dunia mencapai rekor tertingginya 17,01 derajat Celsius. Lebih dari separuh populasi dunia terdampak rekor gelombang panas dalam beberapa pekan terakhir seperti di Asia Selatan dan Tenggara, Cina Utara, Afrika Utara dan sebagian Amerika Utara.

Ahli iklim dunia ramai-ramai memperkirakan tahun ini masih akan ada rekor rata-rata suhu harian tertinggi baru seiring dengan meningkatnya emisi karbon dan datangnya El Nino. Perhatian pun tertuju pada negara-negara penyumbang emisi karbon terbesar dunia, seperti Cina.

Menurut Energy Institute Statistical Review of World Energy, Cina menyumbang lebih dari 30% emisi karbon dan gas rumah kaca global. Negeri Panda sejak 2005 telah menjadi negara penyumbang emisi karbon terbesar dunia.

Pasalnya, negara ini mengandalkan batu bara untuk lebih dari 61% pembangkit listrik pada 2022. Menurut lembaga think tank Ember, menghasilkan lebih dari 4,45 miliar ton CO2 pada tahun itu.

Sementara itu lembaga think tank lainnya, Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA), menghitung emisi karbon Cina naik 4% pada kuartal pertama 2023 dibandingkan periode yang sama tahun lalu, menyentuh angka 3 miliar ton.

Peningkatan ini didorong peningkatan ekonomi pascadicabutnya kebijakan Zero Covid di Cina, stimulus ekonomi dan lemahnya pembangkitan energi terbarukan, khususnya air disebabkan kekeringan.

“Melihat sisa tahun ini, fokus pemerintah pada pertumbuhan ekonomi berarti emisi karbon Cina kemungkinan akan mencapai titik tertinggi sepanjang masa pada 2023, melampaui puncak sebelumnya pada 2021,” kata Lauri Myllyvirta dan Qi Qin, analis di CREA, dikutip dari CNN, Minggu (9/7).

Namun para analis juga mengatakan emisi karbon Cina dapat segera mencapai puncaknya, karena negara itu telah mempercepat dorongan energi bersihnya dan memasang kapasitas tenaga surya dan angin dalam jumlah yang sangat besar.

“Ekspansi cepat dalam energi rendah karbon, jika berkelanjutan, dapat memungkinkan emisi mencapai puncaknya dan memasuki penurunan struktural, setelah pemulihan pasca-Covid selesai,” kata mereka.

Ekonomi Cina pulih pada kuartal pertama 2023, dengan pertumbuhan PDB meningkat menjadi 4,5%, menurut statistik resmi yang dirilis bulan lalu. Pemerintah sebelumnya menetapkan target pertumbuhan sekitar 5% untuk tahun 2023, meskipun banyak bank investasi menaikkan perkiraannya hingga di atas 5,5%.

Lonjakan Produksi Batu Bara

Kontributor terbesar peningkatan emisi adalah pembangkit listrik. Output daya dari batu bara meningkat 2% dari tahun lalu. Batu bara adalah sumber energi utama di Cina dan banyak digunakan untuk pemanasan, pembangkit listrik, dan pembuatan baja.

Negara itu telah menggenjot produksi batu bara sejak musim panas lalu ketika gelombang panas dan kekeringan terburuk dalam beberapa dasawarsa melanda pembangkit listrik tenaga air, sumber listrik terbesar kedua di negara itu. Menurut Biro Statistik Nasional produksi batu bara melonjak 11% pada 2022 dari 2021.

Untuk meningkatkan impor batu bara, Cina membatalkan pembatasan batu bara Australia awal tahun ini, secara efektif mengakhiri larangan tidak resmi yang berlangsung selama lebih dari dua tahun. Pada kuartal pertama, total impor batu bara Cina melonjak 96% dari tahun sebelumnya.

Alasan terbesar kedua meningkatnya emisi adalah volume produksi bahan bangunan yang lebih tinggi, terutama baja dan semen, kata analis CREA. Itu terutama karena langkah-langkah stimulus pemerintah untuk industri manufaktur dan konstruksi.

“Emisi cenderung tumbuh tahun ini,” kata para analis, karena pemerintah mengejar pendekatan berbasis luas untuk pemulihan ekonomi yang berupaya meningkatkan ekspor, hasil manufaktur dan konstruksi, selain konsumsi.

Namun, Cina masih melihat energi bersih sebagai masa depannya. Presiden Xi Jinping menyatakan kembali visinya untuk Cina yang hijau dan indah pada Februari lalu dan menyerukan revolusi energi untuk mencapai netralitas karbon dalam jangka panjang.

Instalasi surya meningkat ke rekor 34 gigawatt (GW) dalam tiga bulan pertama tahun ini, hampir tiga kali lipat dari sebelumnya 13 GW pada periode yang sama tahun 2022, menurut angka terbaru yang dirilis oleh Administrasi Energi Nasional.

Instalasi tenaga angin baru juga mencapai rekor tertinggi. Penambahan 10,4 GW dalam tiga bulan hingga Maret 2023 merupakan peningkatan sebesar 32% dibandingkan periode tahun 2022, menurut angka NEA.

Sumber daya ini, termasuk energi terbarukan dan nuklir, melebihi 50% dari kapasitas daya terpasang Cina pada kuartal pertama, menyalip kapasitas berbasis bahan bakar fosil untuk pertama kalinya dalam sejarah, kata analis CREA.

“Ketika pertumbuhan energi rendah karbon cocok — dan kemudian melebihi — peningkatan permintaan listrik tahunan, emisi CO2 sektor ini akan mencapai puncaknya,” kata mereka.