Potensi Dilanggar, Negara Pemilik Nuklir Tak Ikut Traktat Bebas Nuklir

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/rwa.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken bersiap memberikan keterangan pers usai menghadiri Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN di Jakarta, Jumat (14/7/2023).
15/7/2023, 10.02 WIB

Indonesia memimpin pertemuan komisi Traktat Kawasan Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (SEANWFZ) untuk membahas kemajuan perjanjian Asia Tenggara sebagai zona bebas nuklir. Hingga saat ini belum ada negara-negara pemilik senjata nuklir yang menandatangani dan meratifikasi perjanjian.

Sudah sejak 28 tahun lalu sejak Traktat SEANWFZ ditandatangani oleh 10 negara anggota ASEAN. Hingga pertemuan pada Selasa, (11/7) nampak belum ada kemajuan terkait penambahan negara yang melakukan aksesi terhadap protokol perjanjian SEANWFZ.

“Kami sangat menghargai kepemimpinan ASEAN dalam isu ini, dan kami berharap dapat melanjutkan dan bahkan mengintensifkan perundingan dengan ASEAN,” ujar Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Anthony Blinken merespon gagasan tersebut.

Mayoritas negara di ASEAN pernah kecewa terhadap campur tangan negara-negara besar. Kekhawatiran mereka terhadap ancaman perdamaian dan keamanan internasional, pecah perang nuklir, ancaman stabilitas negara, serta latar belakang kemandirian, membuat negara-negara ASEAN setuju membuat kawasan ASEAN bebas senjata nuklir dan pengaruh asing.

Traktat SEANWFZ akhirnya dibuat pada 15 Desember 1995 yang disetujui oleh oleh semua anggota ASEAN yaitu Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan juga Vietnam.

Negara-negara yang menandatangani traktat tidak dapat mengembangkan, membuat, atau memperoleh, memiliki, atau memiliki kendali atas senjata nuklir, menempatkan atau mengangkut senjata nuklir dengan cara apa pun, atau menguji atau menggunakan senjata nuklir.

Protokol itu sejatinya dibuat tidak hanya untuk anggota ASEAN, tapi juga lima negara pemilik senjata nuklir yaitu China, Rusia, Prancis, Inggris, dan AS.

Namun Amerika lewat Blinken hanya menyatakan bahwa mereka berkomitmen terhadap “rezim nonproliferasi berbasis aturan” dalam menyikapi upaya ASEAN menciptakan kawasan bebas nuklir.

China pernah menyatakan kesiapan untuk mengaksesi protokol tersebut, tetapi belum ada tindak lanjut. Sementara, Rusia juga masih menunggu respon negara lain dalam keputusan meratifikasi traktat SEANWFZ. Syaratnya semua negara memenuhi kewajiban untuk tidak mengembangkan maupun menempatkan senjata nuklir.

“Sebab, jika salah satu peserta perjanjian ini tiba-tiba melanggar kewajiban, maka masalah jaminan yang ditaati dan tidak bersyarat memiliki arti yang agak berbeda. Apalagi risiko ini memang ada,” kata Menlu Rusia Sergey Lavrov, Kamis (13/7).

Lavrov, sebelumnya juga menaruh perhatian atas sikap Australia yang melanggar Perjanjian Zona Bebas Nuklir Pasifik Selatan dengan membentuk pakta pertahanan trilateral AUKUS bersama Amerika Serikat dan Inggris. Kerja sama itu membuat Australia dapat memiliki kapal selam bertenaga nuklir.

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi sebelumnya menyatakan bahwa ASEAN akan meninjau kembali isi protokol sehingga negara-negara pemilik senjata nuklir dapat menandatangani dan meratifikasi protokol perjanjian SEANWFZ.

"Kami akan melanjutkan komunikasi dengan satu sama lain ... menugaskan negosiator kami untuk kembali melihat (isi protokol) karena ada beberapa kalimat dalam paragraf yang belum dapat disetujui," ucap Retno pada Selasa (11/7).