Ilmuwan Indonesia Kembali Jabat Posisi Vice Chair di Pokja IPCC

Dok. Pribadi Edvin Aldrian
31/7/2023, 18.28 WIB

Ilmuwan Indonesia, Edvin Aldrian, kembali terpilih sebagai Vice Chair Working Group I di Panel AntarPemerintah untuk Perubahan Iklim (IPCC). 

Edvin yang bertugas di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ini sebelumnya sudah memegang jabatan yang sama di IPCC selama delapan tahun. Dalam pertemuan IPCC di Nairobi, ia kembali terpilih setelah mendapatkan dukungan lebih dari 50% suara, mengalahkan para ilmuwan lainnya dari Australia dan Selandia Baru. 

Selain Edvin, ilmuwan Indonesia lainnya yakni Joni Jupesta juga terpilih sebagai Task Force Bureau IPCC untuk Inventory.

Edvin bercerita Working Group I IPCC dalam pemilihan tersebut ia mendapatkan dukungan penuh dari negara-negara di Asia Tenggara, Kepulauan Pasifik, dan negara-negara Muslim. Menurutnya, ini menegaskan posisi Indonesia di kancah saintifik global terutama di isu perubahan iklim.

“Saya sudah terlibat di IPCC sejak 2009 sebagai penulis utama. Kemudian sejak 2015 menjabat sebagai Vice Chair untuk WG 1,” katanya kepada Katadata.

Salah satu kontribusi utama Edvin berupa pemodelan perubahan iklim untuk wilayah Asia Tenggara yang diluncurkan pada 2012 silam. Menurut Edvin, pemodelan yang ia kerjakan kini dipakai oleh IPCC sebagai basis sains perubahan iklim.

Dalam operasionalnya, IPCC didukung oleh tiga kelompok kerja (working group) dengan tugas yang berbeda-beda. Pokja 1 fokus pada basis sains perubahan iklim; Pokja II fokus pada dampak, adaptasi dan kerentanan; sedangkan Pokja III membahas soal mitigasi perubahan iklim. Selain itu, ada juga satuan tugas (Task Force) yang fokus pada upaya membangun metodologi pengukuran dan penghapusan emisi. 

Edvin menegaskan peran Indonesia dalam perubahan iklim kian dianggap penting di kancah global. Ini terlihat dari pemilihan dirinya sebagai Vice Chair yang berhasil mengantongi lebih dari 50% suara pemilih. 

Edvin Aldrian sendiri merupakan salah satu peneliti iklim terkemuka di Indonesia dengan fokus keahlian di bidang pemodelan perubahan iklim. Pria kelahiran 2 Agustus 1969 ini pernah menjadi Kepala Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di BMKG serta Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan di institusi yang sama. 

Edvin meraih gelar Master dari  Institute for Hydrospheric and Atmospheric Science di Universitas Nagoya dengan Beasiswa dari Kementerian Pendidikan Jepang. Ia kemudian melanjutkan program doktoral di Max Planck Institut für Meteorologie di Jerman.

Reporter: Rezza Aji Pratama