Duta Besar Republik Indonesia untuk Papua Nugini Andriana Supandi mengatakan tidak ada warga negara Indonesia (WNI), termasuk pekerja migran, yang menjadi korban dalam kerusuhan di Papua Nugini.
Hingga kini Kedutaan Besar RI masih terus memantau kondisi WNI, terutama pekerja migran, pasca-kerusuhan yang terjadi di negara tersebut. "Alhamdulillah, sampai Jumat pagi tidak ada WNI yang menjadi korban," ujar Dubes Andriana Supandi saat dikonfirmasi ANTARA dari Jayapura, Papua, Jumat (12/1).
Dubes RI untuk Papua Nugini dan Kepulauan Salomon itu mengatakan meskipun selamat, mereka mengalami trauma akibat terjebak dalam penjarahan dan pembakaran pasar swalayan tempat mereka bekerja. Situasi keamanan khususnya di Port Moresby yang merupakan ibu kota Papua Nugini sudah lebih kondusif dan terkendali.
Pemerintah Papua Nugini sejak Kamis (11/1) malam menerapkan keadaan darurat selama 14 hari untuk Port Moresby. Saat ini, para WNI khususnya pekerja migran, tinggal di kediaman masing-masing, termasuk di mess perusahaan dan dalam keadaan aman serta selalu dimonitor oleh KBRI.
"Memang benar, untuk memastikan keberadaan dan keamanan Kedubes RI selalu memonitor," ujar Andriana. Ia mengatakan pihaknya masih menunggu berapa jumlah pekerja migran yang berada di Papua Nugini dan bagaimana kebijakan perusahaan setelah kerusuhan tersebut.
"Kami juga memonitor dampak bagi pekerja migran yang tempat kerjanya dijarah dan dibakar," ujar Andriana.
Pemotongan Gaji Polisi Sebabkan Unjuk Rasa dan Kerusuhan
Pada Rabu (10/1), terjadi kerusuhan di Port Moresby dan beberapa kota di Papua Nugini. Kerusuhan muncul setelah polisi dan pegawai negeri melakukan aksi mogok akibat pemotongan gaji hingga sebesar US$100 atau sekitar Rp 1,5 juta. Pemerintah Papua Nugini menyebut pemotongan gaji itu merupakan kesalahan di sistem komputer.
Menurut laporan BBC, penduduk setempat mengatakan ketiadaan polisi mendorong orang-orang dari pinggiran ibukota untuk menjarah toko-toko dan menyebabkan kerusakan yang lebih luas. Kemiskinan, angka pengangguran yang tinggi, dan tekanan inflasi menjadi pemicu penjarahan dan kejahatan.
"Kami telah melihat tingkat perselisihan yang belum pernah terjadi sebelumnya di kota kami, sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah kota kami dan negara kami," kata Gubernur Distrik Ibu Kota Nasional Powes Parkop dalam sebuah pidato radio, pada Rabu (10/1), seperti dilansir kantor berita Reuters.
Perdana Menteri Papua Nugini James Marape mengatakan lebih dari 1.000 tentara disiagakan untuk mengambil tindakan yang diperlukan. Pemerintah Papua Nugini juga meminta bantuan kepada Australia untuk mengirimkan helikopter dan akomodasi bagi polisi yang bertugas menangani kerusuhan.
"Kami akan terus bekerja bersama Papua Nugini untuk memenuhi permintaan dan bantuan yang diminta teman dekat kami," ujar Menteri Pertahanan Australia Richard Marles, seperti dikutip Australian Associated Press. Tidak ada warga negara Australia yang menjadi korban dalam kerusuhan tersebut.