Korea Selatan berencana memulai proses produksi 40 jet tempur KF-21 Boramae tahun ini, dengan alokasi dana sekitar US$ 178,6 juta atau setara dengan Rp 2,79 triliun (asumsi kurs Rp 15. 657/US$).
Mengutip Defense News, Kementerian Pertahanan Korsel menyatakan, akan memproduksi meskipun jet tempur tersebut, meski saat ini statusnya masih dalam tahap uji penerbangan. Produksi KF-21 diharapkan akan mengisi kekosongan matra udara AU Korsel, karena beberapa alutsistanya berusia tua, serta ada beberapa yang masuk usia pensiun.
Menurut Korea Aerospace Industries (KAI), selaku perusahaan yang ditunjuk mengembangkan KF-21 Boromae, tahap rekayasa dan manufaktur diharapkan akan selesai pada tahun 2026. Korea Times melaporkan, pada Januari 2024 lalu, bahwa AU Korsel berencana meluncurkan KF-21 pertama pada paruh kedua 2026.
KF-21 telah ditujukan untuk menggantikan armada F-4 dan F-5, dengan rencana AU Korsel memiliki sekitar 120 jet Boramae pada 2032. Boramae dianggap sebagai tulang punggung dan diharapkan memainkan peran vital dalam melengkapi sistem pertahanan Korsel menghadapi ancaman dari Korea Utara.
Pengembangan pesawat tempur ini dimulai sejak 2015, tetapi progresnya terbatas hingga 2020, saat prototipe pertama dirakit. KAI ditunjuk oleh pemerintah untuk memproduksi pesawat tersebut, sementara dukungan teknologi diperoleh dari Lockheed Martin, perusahaan asal Amerika Serikat (AS). Kedua perusahaan sebelumnya telah bekerja sama dalam proyek jet tempur FA-50.
Uji terbang perdana enam KF-21 dilakukan pada 2022, dimana KAI melaksanakan uji supersonik dalam 60 penerbangan pertama dan meluncurkan pesawat tersebut dalam konferensi pertahanan ADEX Seoul setelah sekitar 300 dari 2.000 uji terbang yang dilakukan hingga Oktober 2023.
Penerbangan, pengujian darat, dan peningkatan prototipe yang tersisa akan berlanjut hingga 2028, ketika skuadron AU Korsel dijadwalkan mulai menggunakan batch pertama KF-21 untuk misi udara ke udara.
Pesawat tempur ini dilengkapi dengan avionik canggih, termasuk radar aktif yang dipindai secara elektronik, serta memiliki kemampuan membawa berbagai jenis senjata presisi tinggi.
Biaya program KF-21 diperkirakan mencapai 8,8 triliun won, dimana Defense Acquisition Program Administration atau DAPA akan menyumbang 60% dari total biaya. Sementara, KAI akan menangani 20%, dan 20% sisanya diharapkan berasal dari Indonesia. Namun, Indonesia telah mengalami keterlambatan pembayaran sejak tahun 2017.
Mengutip CNN Indonesia, Korsel bertekad memenuhi komitmennya terhadap program KF-21, meskipun negara tersebut sedang menghadapi tantangan fiskal. Sementara itu, Polandia dan Uni Emirat Arab dilaporkan telah menunjukkan minat mereka terhadap program tersebut.
Reporter: Risma Kholiq (Magang)