AS Kembali Veto Resolusi DK PBB tentang Gencatan Senjata di Gaza

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/rwa.
Ilustrasi, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken.
Penulis: Agung Jatmiko
21/2/2024, 18.35 WIB

Amerika Serikat (AS) kembali menolak atau memveto resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yang didukung oleh negara-negara Arab, terkait gencatan senjata dalam konflik Israel dan Hamas di Gaza.

Ini adalah yang ketiga kalinya AS memveto resolusi DK PBB mengenai gencatan senjata di Jalur Gaza. Padahal, sejak usulan gencatan senjata digulirkan Desember 2023 lalu, mayoritas anggota DK PBB menyetujuinya. Veto dari AS ini, membuat gencatan senjata di Gaza sulit dilakukan.

Mengutip Times of Israel, pemerintah AS menyatakan akan menggunakan hak veto terhadap usulan gencatan senjata. Menurut Gedung Putih, resolusi tersebut akan menghambat upaya mediasi untuk mencapai kesepakatan antara pihak yang bersengketa, guna menghentikan konflik setidaknya selama enam minggu dan membebaskan semua sandera.

Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby mengatakan, pihaknya masih yakin bahwa saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk memberlakukan gencatan senjata.

Ia menjelaskan, posisi AS masih sama, yakni gencatan senjata justru menguntungkan pihak Hamas, dan mengurangi tekanan global atas mereka untuk melepaskan sandera. Meski demikian, usulan gencatan senjata yang dibawa ke DK PBB yang ditolak tersebut, di dalamnya mencakup seruan untuk pembebasan sandera segera dan tanpa syarat.

Sementara, Perwakilan AS untuk Urusan Politik Khusus di PBB Robert Wood mengatakan, resolusi yang disponsori oleh negara-negara Arab tidak dianggap sebagai alat yang efektif untuk mencapai tujuan AS, yang mencakup pembebasan sandera, peningkatan bantuan, dan jeda dalam konflik.

Veto terbaru ini mengejutkan, karena beberapa hari sebelum pemungutan suara, AS menyatakan mendukung gencatan senjata sementara di Gaza. Sinyal persetujuan tersebut, diiringi syarat berupa pembebasan semua sandera yang ditahan Hamas, serta pencabutan pembatasan pengiriman bantuan kemanusiaan.

Menurut rancangan resolusi yang diperoleh oleh The Associated Press, langkah-langkah ini diharapkan mampu menciptakan kondisi yang mendukung penghentian konflik secara berkelanjutan.

Sebagai informasi, resolusi yang didukung oleh negara-negara Arab ini, tidak hanya mendesak untuk gencatan senjata saat ini, tetapi juga menolak pemindahan paksa warga sipil Palestina.

Selain itu, usulan resolusi yang diajukan, juga meminta akses kemanusiaan tanpa hambatan di seluruh Gaza, dan menegaskan pentingnya kepatuhan terhadap hukum internasional, terutama dalam melindungi warga sipil.

Selama tiga pekan terakhir, 15 anggota DK PBB memperdebatkan resolusi yang didukung oleh negara-negara Arab. Aljazair, yang menjadi perwakilan Arab dalam dewan tersebut, menunda pemungutan suara atas permintaan dari pihak AS, karena Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken melakukan kunjungan ke Gaza dengan harapan mencapai kesepakatan yang dapat diterima oleh semua pihak.

Namun, Qatar menyatakan pada Sabtu (17/2), bahwa perundingan tersebut tidak berjalan sesuai harapan, sehingga Kelompok Arab memutuskan bahwa mereka telah memberikan waktu yang cukup kepada AS dan mengajukan resolusi mereka dalam bentuk final untuk pemungutan suara pada hari Selasa.

Tindakan selanjutnya setelah veto AS masih menjadi pertanyaan yang belum terjawab. Kelompok Arab memiliki opsi untuk membawa resolusi mereka ke Majelis Umum PBB, yang terdiri dari 193 negara anggota PBB.

Besar kemungkinan besar resolusi tersebut akan disetujui. Namun, perlu dicatat bahwa resolusi yang disahkan oleh Majelis Umum PBB tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, berbeda dengan resolusi DKK-PBB.

Reporter: Risma Kholiq (Magang)