Cina Sebut NATO Organisasi Pembuat Onar, Pemicu Perang Rusia - Ukraina

ANTARA FOTO/REUTERS/Dmitri Lovetsky/Pool /aww/cf
Kapal perang Rusia berlayar di sepanjang Sungai Neva saat parade Hari Angkatan Laut (Navy Day) di Saint Petersburg, Rusia, Minggu (26/7/2020).
Penulis: Happy Fajrian
25/2/2024, 09.09 WIB

Perang Rusia – Ukraina genap berusia dua tahun pada Sabtu 24 Februari 2024. Cina menilai konflik antara kedua negara tersebut sebagai tragedi yang sebenarnya bisa dihindari jika NATO tidak memaksakan ekspansinya ke wilayah timur dengan mendorong masuknya Ukraina.

“Situasi yang dihadapi Eropa saat ini terkait erat dengan ekspansi NATO yang berulang-ulang ke arah timur sejak berakhirnya Perang Dingin,” kata Duta Besar Cina untuk PBB, Zhang Jun, pada pertemuan Dewan Keamanan PBB untuk peringatan dua tahun konflik di Ukraina, dikutip dari AFP, Minggu (25/2).

Rusia telah menegaskan bahwa pencegahan Ukraina bergabung dengan NATO sebagai salah satu tujuan tuama operasi militernya di negara itu. Moskow memperingatkan pada berbagai kesempatan bahwa mereka memandang kemungkinan bergabungnya Ukraina ke organisasi militer yang dipimpin oleh Amerika Serikat (AS) itu sebagai ancaman besar terhadap keamanannya.

Zhang menggarisbawahi perlunya upaya menghormati masalah keamanan yang sah dari semua negara yang menjadi anggota PBB. “Keamanan regional tidak dapat dijamin dengan memperkuat atau bahkan memperluas blok militer,” ujarnya.

“Kami mendorong NATO untuk melakukan pencarian jati diri, keluar dari kurungan mentalitas Perang Dingin dan menahan diri untuk tidak bertindak sebagai agen pembuat masalah yang memicu konfrontasi blok tersebut,” ujarnya menambahkan.

Dia juga meminta Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg untuk melihat dunia melalui lensa obyektif, berhenti saling menyerang, dan melakukan hal-hal yang benar-benar kondusif bagi perdamaian dunia.

Menurut Zhang, pihak-pihak yang berkonflik di Ukraina harus berupaya menciptakan kondisi yang mendukung dimulainya kembali perundingan.

“Bukan hambatan buatan manusia yang membuat perdamaian lebih sulit dicapai, apalagi menyediakan senjata, menyalakan api, dan menyiramkan minyak ke dalamnya, dan mengambil keuntungan dari krisis yang berkepanjangan,” kata dia.

Dalam sebuah wawancara dengan jurnalis Amerika Tucker Carlson awal bulan ini, Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan bahwa NATO berjanji tidak akan melakukan ekspansi ke arah timur setelah runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991.

“Tapi Barat menipu Moskow, dengan menambahkan anggota baru dari negara-negara Eropa Timur dan bekas Uni Soviet pada beberapa kesempatan sejak itu,” katanya.

Pada 1999, Republik Ceko, Hongaria, dan Polandia adalah negara-negara bekas blok Soviet pertama yang bergabung dengan NATO. Gelombang ekspansi yang lebih besar terjadi pada tahun 2004 ketika Bulgaria, Estonia, Latvia, Lithuania, Romania, Slovakia dan Slovenia menjadi anggota.

Pada pertemuan puncaknya di Bukares tahun 2008, NATO menyatakan bahwa Georgia dan Ukraina akan menjadi anggota di masa depan, sehingga memicu protes keras dari Rusia.

Tahun berikutnya, NATO menambahkan Albania dan Kroasia ke dalam daftar anggotanya, diikuti dengan masuknya Montenegro dan Makedonia Utara masing-masing pada tahun 2017 dan 2020.

Negara terbaru yang bergabung adalah Finlandia, yang ikut serta tahun lalu dengan alasan kekhawatiran keamanan terkait konflik di Ukraina. Negara tetangganya, Swedia, juga hampir diterima, dan hanya kurang mendapat persetujuan dari Hungaria.