Perdana Menteri Spanyol Usul Agar Parlemen Mengakui Negara Palestina

ANTARA FOTO/Media Center G20 Indonesia/M Risyal Hidayat/wsj/22.
Perdana Menteri Spanyol Pedro Sánchez mengatakan ia akan mengusulkan agar parlemen Spanyol mengakui negara Palestina.
Penulis: Hari Widowati
13/3/2024, 11.14 WIB

Perdana Menteri Spanyol Pedro Sánchez mengatakan ia akan mengusulkan agar parlemen Spanyol mengakui negara Palestina. Pernyataan Sánchez ini menambah daftar pemimpin negara-negara Eropa yang mendukung pengakuan terhadap negara Palestina.

"Saya akan mengusulkan pemberian pengakuan Spanyol terhadap negara Palestina. "Saya melakukan ini atas dasar keyakinan moral, untuk tujuan yang adil dan karena ini adalah satu-satunya cara agar kedua negara, Israel dan Palestina, dapat hidup berdampingan dengan damai," kata Sánchez, pada Sabtu (9/3), seperti dikutip APNews.

Sánchez menambahkan suaranya kepada suara para pemimpin Eropa lainnya dan pejabat pemerintah yang telah mengatakan bahwa mereka dapat mendukung solusi dua negara di Timur Tengah. Sikap para pemimpin Eropa ini mengemuka seiring dengan meningkatnya rasa frustrasi internasional terhadap tindakan Israel di wilayah Palestina.

Bulan lalu, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan bukanlah hal yang "tabu" bagi Prancis untuk mengakui negara Palestina. Menteri Luar Negeri Inggris David Cameron juga mengatakan bahwa Inggris dapat secara resmi mengakui negara Palestina setelah gencatan senjata dalam perang Israel-Hamas.

Sánchez mengatakan bahwa posisinya dalam konflik di Jalur Gaza sama seperti dukungan negaranya terhadap Ukraina setelah invasi Rusia lebih dari dua tahun yang lalu.

Ia menekankan bahwa Spanyol menuntut penghormatan terhadap hukum internasional dari Rusia, dan dari Israel, agar kekerasan diakhiri, memberikan pengakuan terhadap kedua negara, dan agar bantuan kemanusiaan sampai ke Gaza.

Komentarnya pada konferensi hak asasi manusia di kota Bilbao muncul ketika pengiriman bantuan menuju Gaza di tengah krisis kemanusiaan di Gaza dan kesediaan internasional untuk mengatasi pembatasan-pembatasan Israel.

Lima bulan setelah militan Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober, menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera 250 orang lainnya, militer Israel menggempur wilayah tersebut. Kementerian Kesehatan Gaza menyebut serangan Israel menewaskan lebih dari 30.000 warga Palestina.

Gempuran Israel Tidak Berhenti di Bulan Ramadan

Pasukan Israel bahkan tidak berhenti menyerang wilayah Palestina di bulan suci Ramadan. Hal ini membuat perbedaan pendapat antara Presiden Amerika Serikat (AS) dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu semakin melebar.

Dalam wawancara dengan MSNBC, Biden mengatakan Netanyahu melukai Israel dalam perangnya di Gaza. Biden ingin melihat ada gencatan senjata yang mencakup penyerahan warga Israel yang disandera oleh Hamas. Selama berbulan-bulan, Biden memperingatkan bahwa Israel akan kehilangan dukungan dari dunia internasional dengan jatuhnya korban sipil di Gaza yang sudah melampaui 31.000 orang.

Sementara itu, Netanyahu mengatakan Biden salah dalam penilaiannya. Ia membela kebijakannya di Gaza, terutama operasi darat yang membayangi Kota Rafah di bagian selatan yang telah diperingatkan oleh Biden dan para pemimpin dunia lainnya.

"Saya tidak tahu persis apa yang dimaksud oleh presiden AS, tetapi jika yang dia maksudkan adalah bahwa saya menjalankan kebijakan pribadi yang bertentangan dengan keinginan mayoritas warga Israel, dan bahwa hal ini merugikan kepentingan Israel, maka dia salah dalam dua hal," ujar Netanyahu dalam sebuah wawancara dengan Politico dan media Jerman Bild, seperti dikutip CNN.com.

Sekitar 1,5 juta warga Palestina berlindung di Rafah, yang telah berada di bawah pemboman Israel selama berminggu-minggu. Para pengungsi berdesakan di dalam tenda di kota yang berdekatan dengan perbatasan Mesir. Keluarga-keluarga di sana hidup dengan kekurangan makanan, air, obat-obatan, dan tempat tinggal, serta risiko terbunuh setiap hari.

Dalam wawancaranya dengan MSNBC, Biden mengatakan bahwa invasi Israel ke Rafah akan menjadi garis merah. Namun, melintasi garis merah tersebut tidak akan menghasilkan tindakan hukuman terhadap Israel.

"Itu adalah garis merah, tetapi saya tidak akan pernah meninggalkan Israel. Pertahanan Israel masih sangat penting, jadi tidak ada garis merah yang akan membuat saya menghentikan semua senjata (untuk Israel)," kata Biden.