Kerusuhan besar melanda Bangladesh hingga berujung mundurnya Perdana Menteri Sheikh Hasina. Hasina mengundurkan diri usai massa menggeruduk kediaman resmi Perdana Menteri dan menjarah isinya.
Hasina, dan saudara perempuannya melarikan diri ke India dengan helikopter. Sedangkan militer akan menangani dampak kerusuhan yang menelan korban ratusan jiwa ini.
"Tolong jangan kembali ke jalan kekerasan dan tolong kembali ke jalan damai," kata Kepala Staf Angkatan Darat Bangladesh Jenderal Waker-Uz-Zaman dalam konferensi pers di Dhaka, (5/8) dikutip dari Reuters.
Dipicu Minimnya Jatah Kuota ASN
Demonstrasi besar awalnya digelar mahasiswa Bangladesh untuk menolak kebijakan menentang kuota pekerjaan Aparatur Sipil Negara (ASN). Mahasiswa merasa kebijakan tersebut tak sesuai dengan meritokrasi.
Dalam sistem yang diperkenalkan tahun 2018 lalu, Pemerintah Bangladesh memberikan kuota 30% posisi ASN bagi anak atau cucuk pejuang kemerdekaan 1971.
Sedangkan 10% kuota diberikan bagi wanita, 10% kuota dibagi rata untuk perwakilan masyarakat di tiap distrik, 5% untuk etnis minoritas, serta 1% untuk difabel.
Ini artinya, hanya 44% kuota yang diberikan kepada calon peserta seleksi ASN di Bangladesh. Saat itu, pemerintah akhirnya memusukan menghapuskan kuota untuk golongan I dan golongan II ASN usai muncul gelombang demonstrasi.
Meski demikian, mahasiswa turun ke jalan pada 2024 usai Mahkamah Agung Bangladesh mengembalikan keputusan soal kuota 30% untuk anak dan cucu pejuang.
Memburuknya Ekonomi
Dikutip dari Reuters, pakar juga menghubungkan kerusuhan dengan pertumbuhan lapangan kerja yang stagnan terutama di sektor swasta. Stagnasi swasta membuat para mahasiswa putar arah untuk mencari pekerjaan sebagai birokrat.
Dengan adanya kebijakan kuota, maka mahasiswa menjadi marah karena dianggap menutup peluang mereka bersaing. Apalagi hampir 32 juta orang di negara tersebut tengah kehilangan pekerjaan atau pendidikan.
Pemilu yang Dianggap Curang
Sheikh Hasina kembali ke tampuk kepemimpinannya yang keempat secara berturut usai partainya, Liga Awami, menang dalam Pemilu Januari lalu. Meski demikian, partai oposisi BNP menuduh Liga Awami curang dan mencoba melegitimasi pemilu palsu.
Sebelum pemilu, Sheikh Hasina dituding membungkam oposisi dengan langkah hukum. Ia juga dianggap menghantam pihak-pihak yang berseberangan dengan dirinya demi menghentikan kritik kepada pemerintah.
Rezim Hasina juga terus dinilai menunjukkan kecenderungan menjadi otokrasi. Hal ini terlihat dari langkah pemerintah memenjarakan sejumlah tokoh, salah satunya pemegang Nobel yakni Muhammad Yunus.
Aparat Represif
Dengan sejumlah prakondisi itu, mahasiswa dan masyarakat turun ke jalan untuk menyuarakan perubahan. Meski demikian, aparat bertindak represif dan berujung memanasnya kerusuhan.
Dampaknya, 300 orang meninggal akibat pengunjuk rasa bentrok dengan aparat serta pendukung pemerintah. Demonstrasi yang awalnya menolak kebijakan kuota serta memprotes hasil pemilu berujung jadi desakan Sheikh Hasina untuk mundur.