79 Tahun Tragedi Hiroshima Nagasaki, Dunia Dikepung Senjata Nuklir

123rf
Ilustrasi misil nuklir
15/8/2024, 16.10 WIB

“Bapak Presiden, saya merasa ada darah di tangan saya.” Kalimat itu keluar dari mulut Direktur proyek bom nuklir Amerika Serikat “Manhattan Project” Robert Oppenheimer dalam pertemuan dengan Presiden Harry S. Truman setelah negara Paman Sam menjatuhkan bom nuklir di Hiroshima dan Nagasaki pada 6 dan 9 Agustus 1945, tujuh puluh sembilan tahun silam. 

Lebih dari 200 ribu orang tewas, termasuk mereka yang selamat dari ledakan namun mati karena radiasi. Ini merupakan pertama kali dan sejauh ini terakhir kali senjata nuklir digunakan dalam perang. Tragedi yang memilukan tersebut tak membuat pengembangan senjata nuklir berhenti. Di bawah kecurigaan, negara-negara semakin aktif melakukan uji coba senjata nuklir.

Baru di akhir 1960-an, sebagian negara pengembang senjata nuklir sepakat menandatangani Perjanjian Non-proliferasi Nuklir (Nuclear Non-Proliferation Treaty/NPT) yaitu perjanjian untuk mewujudkan dunia tanpa senjata nuklir. Ironisnya, pengembangan, penimbunan, dan pendistribusian senjata penghancur massal tersebut tak pernah benar-benar berhenti hingga sekarang. 

Sembilan negara tercatat sebagai pengembang senjata nuklir yaitu Amerika Serikat, Prancis, Rusia, China, Inggris, Pakistan, India, Israel, dan Korea Utara. Jumlah senjata nuklir aktif dilaporkan jauh berkurang dari sejak perang dingin 1947, namun daya ledaknya ratusan kali lipat bom primitif yang menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki -- cukup untuk menghabisi peradaban manusia. 

Saat ini, ada lebih dari 12.100 rudal nuklir siap ledak, berdasarkan laporan Arms Control Association. Beberapa tahun belakangan, berkembang kecurigaan soal misi rahasia penempatan senjata pemusnah massal tersebut di ruang angkasa. Hal ini jadi topik utama dalam sidang-sidang Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). 

 

 

 

Senjata Nuklir di Ruang Angkasa

“Ada informasi yang kredibel bahwa Rusia mengembangkan satelit baru yang membawa perangkat nuklir,” ujar Duta Besar Amerika Serikat Robert A. Wood di depan sidang pleno PBB, pada awal Mei. Sidang pleno yang dihadiri seluruh perwakilan negara anggota tersebut membahas resolusi larangan senjata nuklir di ruang angkasa. Sebelumnya pada April, dalam sidang Dewan Keamanan, resolusi gagal disahkan meski disetujui mayoritas anggota karena hak veto Rusia. 

Beberapa menit sebelum Wood bicara, Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia membacakan pidato pembelaan atas veto-nya. Nebenzia menyebut negara-negara barat yang mensponsori draf resolusi itu “hipokrit” alias munafik dan menerapkan standar ganda. Pasalnya, mereka telah mengembangkan berbagai senjata di ruang angkasa. 

Rusia dan China sempat menyodorkan draf resolusi tandingan yang isinya melarang peluncuran semua jenis senjata ke ruang angkasa maupun penempatannya di orbit, tidak terbatas pada senjata nuklir. Namun, draf ini balik ditolak Amerika Serikat dan aliansinya Prancis, Jepang, Malta, Korea Selatan, Slovenia, dan Inggris atau separuh anggota Dewan Keamanan PBB. Dengan Swiss abstain, resolusi ini juga gagal disahkan.  

Ruang angkasa telah berkembang menjadi medan pertarungan sengit militer negara-negara yang punya kemampuan menjangkau ruang angkasa. November 2023 lalu, Center for Arms Control and Non-Proliferation merilis lembaran fakta atau fact sheet berjudul senjata ruang angkasa atau space weapons. Isinya membahas soal sistem persenjataan baru yang berkembang seiring meningkatnya ketertarikan negara-negara terhadap ruang angkasa. 

Persenjataan baru yang dimaksud yaitu senjata yang ditempatkan di bumi untuk menarget objek di ruang angkasa (bumi ke angkasa); senjata yang ditempatkan di ruang angkasa untuk menarget objek di ruang angkasa (angkasa ke angkasa); dan senjata yang ditempatkan di ruang angkasa untuk menarget objek di bumi (angkasa ke bumi). “Senjata dari bumi ke angkasa adalah ancaman terdekat saat ini,” demikian tertulis dalam lembaran fakta tersebut. 

Senjata dari bumi ke angkasa ini termasuk senjata perusak atau penghancur satelit yang sudah diuji coba oleh Amerika Serikat, China, India, dan Rusia. Selain itu, senjata energy-directed laser yang bertujuan merusak atau menghancurkan target dengan energi yang difokuskan serta jammer atau pengacak sinyal. 

Dua jenis senjata lainnya – senjata dari angkasa ke angkasa dan senjata dari angkasa ke bumi -- diyakini bukan ancaman dalam waktu dekat karena teknologinya lebih sulit. Namun, jika informasi yang disampaikan Duta Besar AS untuk PBB benar soal Rusia yang mengembangkan satelit yang membawa perlengkapan nuklir, maka dunia sudah memasuki era senjata ini.

Tujuh puluh sembilan tahun setelah tragedi Hirosima dan Nagasaki, dunia masih bahkan semakin dikepung senjata nuklir.