Ada Ledakan Lagi di Lebanon, Konflik di Timur Tengah Memanas

Screenshot Youtube BBC News
Radio genggam (walkie-talkie) yang digunakan oleh kelompok bersenjata Hizbullah meledak, pada Rabu (18/9).
Penulis: Hari Widowati
19/9/2024, 08.59 WIB

Radio genggam (walkie-talkie) yang digunakan oleh kelompok bersenjata Hizbullah meledak, pada Rabu (18/9). Ledakan yang terjadi di bagian selatan Lebanon itu menjadi ledakan yang paling mematikan sejak pertempuran lintas batas meletus antara militan Hizbullah dan Israel hampir setahun yang lalu.

Insiden yang terjadi setelah ledakan pager ini membuat kekhawatiran akan meluasnya konflik Israel dengan negara-negara di Timur Tengah semakin menguat.

Kementerian Kesehatan Lebanon mengatakan 20 orang tewas dan lebih dari 450 lainnya luka-luka di pinggiran kota Beirut dan Lembah Bekaa. Sementara itu, jumlah korban tewas akibat ledakan pager pada Selasa (17/9) meningkat menjadi 12 orang, termasuk dua anak-anak, dan hampir 3.000 lainnya luka-luka.

Para pejabat Israel belum memberikan komentar mengenai ledakan tersebut. Namun, sumber-sumber keamanan mengatakan bahwa agen mata-mata Israel, Mossad, bertanggung jawab atas ledakan ini. Seorang pejabat Hizbullah mengatakan bahwa peristiwa itu merupakan pelanggaran keamanan terbesar dalam sejarah kelompok tersebut.

Operasi IDF dan Mossad terjadi bersamaan dengan perang Israel yang telah berlangsung selama 11 bulan di Gaza. Hal ini meningkatkan kekhawatiran akan eskalasi di perbatasan Lebanon serta risiko perang regional yang lebih besar.

Setidaknya satu dari ledakan-ledakan yang terjadi pada Rabu (18/9) lalu terjadi di dekat pemakaman yang diselenggarakan oleh Hizbullah untuk mereka yang terbunuh pada hari sebelumnya.

Seorang wartawan Reuters di pinggiran selatan Beirut mengatakan bahwa ia melihat para anggota Hizbullah dengan panik mengeluarkan baterai dari walkie-talkie yang tidak meledak, dan melemparkannya ke dalam tong-tong logam. Hizbullah beralih ke pager dan perangkat komunikasi berteknologi rendah lainnya dalam upaya untuk menghindari pengawasan Israel terhadap telepon genggam.

Palang Merah Lebanon mengatakan di X bahwa mereka merespons dengan 30 tim ambulans terhadap beberapa ledakan di berbagai daerah, termasuk di selatan Lebanon dan Lembah Bekaa.

Gambar-gambar dari walkie-talkie yang meledak menunjukkan label “ICOM” dan “buatan Jepang”. Menurut situs webnya, ICOM, adalah perusahaan komunikasi radio dan telepon yang berbasis di Jepang. Hingga saat ini ICOM belum membalas permintaan tanggapan dari Reuters. Perusahaan ini mengatakan bahwa produksi model IC-V82, yang tampak sebagai model dalam gambar, dihentikan pada tahun 2014.

Menurut sumber keamanan Reuters, radio genggam tersebut dibeli oleh Hizbullah lima bulan lalu, sekitar waktu yang sama dengan pager. Dalam ledakan Selasa lalu, sumber-sumber mengatakan bahwa mata-mata Israel meledakkan bahan peledak dari jarak jauh yang mereka tanam di 5.000 pager pesanan Hizbullah sebelum mereka memasuki negara itu.

Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akan mengadakan pertemuan pada Jumat (20/9) untuk membahas ledakan bom pager tersebut setelah adanya permintaan dari negara-negara Arab.

Kantor berita Fars Iran menyebut Duta Besar Iran di Lebanon hanya mengalami luka ringan dalam ledakan hari Selasa (17/9). Namun, New York Times mengutip pernyataan dua anggota Garda Revolusi Iran yang menyebut bahwa Duta Besar Iran di Lebanon itu kehilangan satu mata dan mata lainnya terluka parah ketika pager yang dibawanya meledak.

Utusan Iran untuk PBB mengatakan dalam sebuah surat bahwa mereka “memiliki hak di bawah hukum internasional untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menanggapi” serangan tersebut.

Hizbullah Meluncurkan Roket

Hizbullah, yang telah bersumpah untuk membalas Israel, mengatakan bahwa mereka menyerang posisi artileri Israel dengan roket. Ini akan menjadi serangan pertama terhadap musuh bebuyutannya sejak ledakan tersebut. Militer Israel mengatakan tidak ada laporan mengenai kerusakan atau korban jiwa akibat serangan roket itu.

“Hizbullah ingin menghindari perang habis-habisan. Namun mengingat skalanya... akan ada tekanan untuk respons yang lebih kuat,” kata Mohanad Hage Ali, wakil direktur penelitian di Carnegie Middle East Center di Beirut, seperti dikutip Reuters, Rabu (18/9).

Kedua belah pihak telah bertempur melintasi perbatasan Lebanon sejak konflik Gaza meletus pada 7 Oktober 2023. Pertempuran ini memicu kekhawatiran akan perang Timur Tengah yang lebih luas yang dapat menyeret Amerika Serikat dan Iran. Jumlah korban tewas harian Lebanon tertinggi sebelumnya adalah 11 orang yang tewas dalam penembakan Israel bulan lalu, menurut perhitungan resmi.

Gallant mengatakan Israel, yang telah bersumpah untuk mengembalikan warga yang dievakuasi ke rumah mereka di utara, serta memindahkan pasukan dan sumber daya ke wilayah perbatasan Lebanon. Sumber-sumber Israel mengatakan Divisi ke-98 Angkatan Darat, yang memiliki formasi komando dan penerjun payung, bergerak dari Gaza ke utara.

“Pusat gravitasi bergerak ke utara, yang berarti kami mengalokasikan pasukan, sumber daya dan energi untuk arena utara,” kata Gallant dalam sebuah pernyataan yang dirilis oleh kantornya.

Perang besar-besaran dengan Israel dapat menghancurkan Lebanon, yang telah mengalami krisis demi krisis, termasuk keruntuhan keuangan pada tahun 2019 dan ledakan di pelabuhan Beirut pada tahun 2020. Meningkatnya ketegangan juga dapat mempersulit upaya-upaya yang sejauh ini tidak berhasil yang dilakukan oleh para mediator Mesir, Qatar, dan AS untuk merundingkan gencatan senjata Gaza antara Israel dan kelompok militan Hamas, sekutu Hizbullah yang juga didukung oleh Iran.

Juru bicara keamanan nasional Gedung Putih, John Kirby, mengatakan bahwa masih terlalu dini untuk menilai dampak dari ledakan-ledakan tersebut terhadap pembicaraan gencatan senjata.

Hizbullah, proksi Iran yang paling kuat di Timur Tengah, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pihaknya akan terus mendukung Hamas di Gaza dan Israel harus menunggu tanggapan atas “pembantaian” tersebut.

Kantor berita Lebanon NNA mengatakan delegasi Hamas mengunjungi orang-orang yang terluka dalam ledakan di rumah sakit Lebanon, pada Rabu (18/9).

Ledakan tersebut terjadi setelah serangkaian pembunuhan terhadap para komandan dan pemimpin Hizbullah dan Hamas yang dituduhkan kepada Israel sejak dimulainya perang Gaza.

“Kami membuka fase baru dalam perang ini. Ini membutuhkan keberanian, tekad dan ketekunan dari kami,” kata Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant dalam pidatonya di sebuah pangkalan angkatan udara.

Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi menuduh Israel mendorong Timur Tengah ke ambang perang regional dengan mendalangi eskalasi berbahaya di berbagai bidang.

Amerika Serikat, yang membantah terlibat dalam ledakan tersebut, mengatakan bahwa pihaknya sedang melakukan diplomasi intensif untuk mencegah eskalasi konflik.

Seorang pejabat AS, yang berbicara dengan syarat tidak disebutkan namanya, mengatakan bahwa Israel mengatakan kepada AS bahwa mereka akan melakukan sesuatu di Lebanon. "Namun, Israel tidak memberikan rincian dan operasi itu sendiri merupakan kejutan bagi Washington," kata pejabat itu.