Pemilihan Presiden alias Pilpres Amerika Serikat (AS) akan berlangsung pada Selasa (5/11). Kandidat dari Partai Republik, Donald Trump, bakal berhadapan dengan calon presiden dari Partai Demokat, Kamala Harris.
Trump dan Kamala punya tanggapan atau rencana yang berbeda dalam menyikapi beberapa isu paling mendesak di kehidupan sehari-hari warga AS. Isu-isu yang menjadi perhatian para warga AS dalam memilih kandidat presiden di antaranya seperti, ekonomi, kebijakan imigrasi, penanganan iklim dan kesehatan.
Selain itu, isu pendidikan hingga pandangan tiap kandidat terhadap konflik bersenjata antara Israel dan Palestina juga turut menjadi faktor yang mendapat sorotan dari para pemilih.
Melansir dari The New York Times, berikut sikap Trump dan Kamala soal sejumlah isu krusial yang menjadi sorotan dalam Pilpres AS tahun ini:
Ekonomi
Kamala Harris ingin melanjutkan kebijakan ekonomi Presiden Joe Biden untuk mendukung pengadaan infastruktur dan eksploitasi energi terbarukan. Selain itu, Kamala juga berkomitmen untuk melarang praktik menaikkan harga barang atau jasa secara drastis alias price gouging.
Ia juga berjanji memberikan insentif untuk membangun perumahan dan memperluas akses kredit pajak untuk rumah tangga berpendapatan rendah-menengah.
Kamala, yang saat ini menjabat sebagai Wakil Presiden AS itu juga ingin meningkatkan porsi pajak terhadap perusahaan dan orang kaya Amerika. Dia juga ingin menaikkan tarif pajak perusahaan menjadi 28% dari sebelumnya 21%.
Di sisi lain, Trump menawarkan janji untuk menerapkan paket besar pemotongan pajak saat terpilih menjadi presiden nantinya. Dia juga mengatakan akan menerapkan kebijakan perdagangan proteksionis, termasuk perang dagang dengan Cina.
Selain itu, Trump juga ingin ingin memotong pajak lebih lanjut dan memberlakukan tarif yang lebih luas. Ia tidak akan mengurangi manfaat jaminan sosial atau Medicare, tetapi belum memberikan rencana untuk menjaga keberlanjutan program-program tersebut.
Saat menjabat sebagai Presiden AS pada 2017 lalu, Trump juga pernah merilis kebijakan pemotongan pajak perusahaan senilai US$ 1,5 triliun. Kebijakan ini mengurangi tarif pajak perusahaan menjadi 21% dari sebelumnya 35% dan mengurangi tarif pajak bagi individu, termasuk orang-orang terkaya di Amerika.
Imigrasi
Kamala Harris mendukung keputusan Presiden Biden membatasi jumlah pencari suaka di AS. Dia juga telah mencoba mengatasi akar penyebab migrasi dengan mendapatkan pendanaan swasta untuk proyek-proyek pembangunan di Amerika Latin. Hal ini diharapkan dapat menekan jumlah calon pengungsi yang datang ke AS.
Sedangkan Trump memberlakukan kebijakan anti-imigrasi secara luas ketika ia menjadi presiden pada 2017-2021 lalu. Kebijakan itu juga mengatur untuk memisahkan anak-anak migran dari orang tua mereka.
Jika terpilih lagi, Trump ingin mengumpulkan jutaan imigran tidak berdokumen dan menahan mereka di kamp-kamp sebelum mendeportasi mereka secara massal.
Israel-Gaza
Kamala Harris berdisi pada prinsip Israel mempunyai hak untuk membela diri melawan Hamas. Kamala juga berpendapat bahwa AS harus terus mengirimkan senjata kepada Israel sambil menyerukan gencatan senjata.
Kamala pun berkomitmen untuk fokus kepada krisis kemanusiaan di Gaza yang dipicu oleh serangan udara Israel. Dia juga mendukung solusi dua negara atau two state solution. Ini artinya Palestina dan Israel dapat hidup berdampingan.
Two state solution merupakan kerangka penyelesaian konflik Israel-Palestina dengan mendirikan dua negara untuk dua bangsa, yakni negara Israel untuk bangsa Yahudi danPalestina untuk rakyat Palestina.
Pada tahun 1993, Pemerintah Israel dan Organisasi Pembebasan Palestina alias Palestinian Liberation Organization (PLO) menyepakati rencana penerapan solusi dua negara sebagai bagian dari Perjanjian Oslo.
Trump juga punya kecenderungan yang sama dengan Kamala dalam peristiwa konflik Israel-Palestina. Trump mendukung Israel dalam perang di Gaza dan mengecam demonstran pro-Palestina di AS.
Kendati demikian, dia mendesak Israel untuk berinisiatif untuk menyelesaikan perang. Berbeda dengan Kamala, Trump meragukan skema two state solution dapat terwujud sebagai solusi penyelesaian perang.
Konflik Rusia-Ukraina
Kamala Harris mendukung peran aktif AS secara global, termasuk dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan aliansi militer lainnya. Dia juga ingin terus mengirimkan bantuan militer ke Ukraina. Di sisi lain, Trump melontarkan kritik kepada NATO dan enggan mengirimkan bantuan militer lebih lanjut ke Ukraina.
Iklim
Harris mendukung pendekatan Pemerintahan Joe Biden terhadap kebijakan iklim, termasuk subsidi untuk energi terbarukan. Dia telah mempromosikan program keadilan lingkungan, yang berfokus pada dampak perubahan iklim terhadap komunitas yang terpinggirkan.
Kamala juga mendukung upaya untuk meloloskan Undang-Undang Pengurangan Inflasi atau Inflation Reduction Act (IRA). UU ini memberikan investasi terbesar dalam mitigasi perubahan iklim melalui kredit pajak. Harapannya, perusahaan meningkatkan produksi kendaraan listrik serta proyek pembangkit listrik tenaga angin, tenaga surya, dan energi terbarukan lainnya.
Dia juga mendukung rancangan undang-undang infrastruktur bipartisan yang ditandatangani oleh Presiden Biden yang mengatur insentif US$7,5 miliar untuk peralatan pengisian kendaraan listrik. Insentif lainnya adalah Science Act senilai US$ 39 miliar untuk memproduksi semikonduktor kendaraan listrik.
Adapun Trump mendukung produksi bahan bakar fosil yang tidak terbatas. Pada periode kepemimpinan periode pertama pada 2017-2021 lalu, Trump membatalkan lebih dari 100 peraturan perlindungan lingkungan, dan ia merencanakan agenda serupa jika terpilih kembali pada Pilpres AS tahun ini.
Trump juga menyerukan penghapusan semua sistem birokrasi yang membuat proyek minyak dan gas terbengkalai. Dia juga menyuarakan komitmen untuk membangun lebih banyak pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara dan menghapus peraturan Biden yang akan memaksa banyak PLTU tutup.
Kesehatan
Kamala Harris ingin memperlauas jangkauan subsidi asuransi yang telah dijalankan oleh Biden melalui Undang-Undang Perawatan Terjangkau. Perluasan cakupan itu mencakup negosiasi langsung antara Medicare dan perusahaan farmasi mengenai harga obat.
Di sisi lain, Donald Trump mencoba mencabut Undang-Undang Perawatan Terjangkau. Dia mengatakan bakal mengganti regulasi tersebut dengan aturan dan kebijakan baru yang lebih transparan dan murah.