Revisi Undang-undang atau UU Penyiaran menjadi salah satu dari 16 regulasi yang digeser dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020 menjadi 2021. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyayangkan mundurnya pembahasan aturan yang memuat tentang Netflix hingga YouTube ini.
Pembahasan revisi UU Nomor 32 Tahun 2002 itu juga tertunda pada tahun lalu. Padahal, revisinya diajukan sejak 2017.
Kementerian Kominfo pun masih menunggu sikap dari DPR terkait mundurnya pembahasan UU Penyiaran. "Revisi UU masih akan dikonsultasikan dengan Komisi I," kata Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kementerian Kominfo Ahmad M Ramli kepada Katadata.co.id, Jumat (3/7).
Ramli khawatir, keputusan itu akan berdampak pada proses migrasi televisi atau TV analog ke digital atau Analog Switch Off (ASO). "Kalau mundur terus, migrasi TV analog ke digital akan terkan dampak. Peraturan lainnya juga," ujar dia.
(Baca: DPR Targetkan Revisi UU Penyiaran yang Atur Netflix Terbit Akhir 2020)
Jika pembahasan revisi UU Penyiaran benar-benar mundur menjadi 2021, kementerian berharap ASO masuk di RUU Omnibus Law. Dengan begitu, migrasi tetap dapat berjalan.
Kementerian menargetkan migrasi TV analog ke digital rampung sebelum 2024. Hal ini bertujuan agar Kominfo memiliki digital dividen yang bisa digunakan untuk fasilitas perencanaan.
Digital dividen merupakan frekuensi yang didapat dari perubahan penyiaran TV analog ke Digital yang ada di 700 Mhz. Saat ini, kementerian melakukan simulcast atau penyiaran TV analog dan digital secara bersamaan agar masyarakat terbiasa.
(Baca: UU Penyiaran Belum Atur YouTube-Netflix, RCTI & iNews Gugat ke MK )
Meski begitu, revisi UU Penyiaran tetap dianggap penting karena akan memberikan wewenang lebih kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Utamanya, terkait fungsi pengawasan yang mencakup penyedia layanan video on-demand (VoD) seperti Netflix dan YouTube.
Saat ini, KPI hanya berwenang mengawasi televisi. (Baca: Pengawasan Netflix Dkk Libatkan 4 Kementerian, DPR Usul Perpres)
Dengan merevisi UU Penyiaran, lembaga itu diharapkan dapat mencabut izin program siaran yang terbukti melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). Selama ini, KPI hanya berwenang memberikan teguran dan sanksi berupa denda.
Namun, Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid mengatakan bahwa peralihan pembahasan revisi UU Penyiaran dari tahun ini menjadi 2021 merupakan bentuk rasionalisasi. Parlemen menyadari bahwa sulit untuk membahas 50 RUU yang masuk pada 2020.
"Hingga masa sidang ini, hampir seluruh rapat di Komisi I berfokus pada pengawasan Covid-19," kata Meutya. "Sulit selesai di 2020 ini. Kami targetkan pembahasan revisi UU Penyiaran di 2021.”
(Baca: Asosiasi TV Swasta Dukung Gugatan UU Penyiaran Soal YouTube & NetFlix)