Kasus Covid-19 Naik, Apa VItamin untuk Daya Tahan Tubuh?

ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho/foc.
Ilustrasi. Dua pasien orang tanpa gejala (OTG) Covid-19 berjemur untuk mendapatkan vitamin D.
Penulis: Sorta Tobing
24/6/2021, 12.21 WIB

Imunitas tubuh menjadi penting selama pandemi Covid-19. Apalagi saat ini kasusnya sedang naik. Dengan kekebalan yang tinggi, tubuh dapat terhindar atau melawan virus corona.

Salah satu cara meningkatkan imunitas dalah dengan mengonsumsi vitamin. Pakar penyakit menular Amerika Serikat, Anthony Fauci, sempat menyebut sebagian besar suplemen penambah imunitas sebenarnya tidak melakukan apa-apa kepada tubuh.

Namun, melansir dari CNBC pada September lalu, ada dua vitamin untuk daya tahan tubuh. Yang pertama adalah vitamin D. “Jika kekurangan vitamin ini, maka Anda rentan terhadap infeksi,” ujarnya. “Saya sendiri melakukannya dengan mengonsumsi suplemen vitamin D.”

Para peneliti di Fakultas Kedokteran Universitas Chicago pada 2020 menemukan hubungan antara kekurangan vitamin tersebut dan kemungkinan terinfeksi Covid-19. Suplemen vitamin D terbukti dapat menurunkan risiko infeksi saluran pernapasan karena virus. 

Yang kedua, rekomendasi Fauci, adalah vitamin C, yang dia sebut antioksidan baik. “Jadi, jika ingin mengonsumsi satu atau dua gram vitamin C, itu tidak masalah,” katanya. 

Studi The National Institues of Health pada 2017 menyebut vitamin C berkontribusi pada pertahanan kekebalan tubuh dengan mendukung berbagai fungsi seluler. Vitamin C juga mencegah dan mengobati infeksi pernapasan. 

Cara terbaik untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh lainnya adalah tidur dan olahraga teratur. Fauci sempat menjadi anggota Satuan Tugas Covid-19 Gedung Putih. Ia mengaku bekerja 20 jam sehari menangani pandemi corona.

Di tengah kesibukannya itu, ia selalu meluangkan waktu dengan berjalan setidaknya 3,5 mil atau sekitar 5,6 kilometer per hari. Selain untuk kesehatan, rutinitas ini juga membantunya untuk menghilangkan stres. Fauci juga rutin mengonsumsi air putih. 

Infografik_Kasus covid 19 anak semakin tinggi (Katadata)

Apakah Vitamin C dan D Saja Cukup?

Otoritas Keamanan Makanan Eropa beberapa waktu lalu menyebut vitamin A, B6, B9, B12, C, D, E, mineral seng (zinc), selenium, dan zat besi dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh berfungsi maksimal.

Melansir dari The Conversation, masing-masing mikronutrien tersebut memainkan peran penting untuk mendukung imunitas dan mengurangi risiko infeksi. Banyak penelitian juga telah menyebut sistem kekebalan yang terganggu erat hubungannya dengan jumlah vitamin dan mineral yang rendah.

Ketika sistem kekebalan tidak bekerja dengan baik, respon terhadap vaksin pun buruk. Individu yang kekurangan vitamin D terbukti rentan terhadap flu, bahkan setelah menerima vaksin. 

Namun, mengutip dari situs Mayo Clinic, tidak semua suplemen yang beredar di pasar dapat meningkatkan sistem imunitas tubuh. Vitamin C, zinc, teh hijau, dan produk jerbal tidak mempengaruhi fungsi kekebalan tubuh. 

Forbes juga sempat menuliskan, data sekitar 445.850 orang di AS, Inggris, dan Swedia menunjukkan konsumsi vitamin C, zinc, atau bawang putih tidak mengurangi risiko tertular Covid-19. Namun, multivitamin, omega-3, probiotik, dan suplemen vitamin D menunjukkan hal berbeda.

Para peneliti menemukan, mereka yang mengonsumsi probiotik, omega-3, vitamin D memiliki risiko infeksi SARS-CoV-2 yang lebih rendah. Namun, efek ini terlihat besar pada wanita, tidak pada responden pria. 

Kasus Covid-19 kian melonjak. (Muhammad Zaenuddin|Katadata)

Apa Makanan untuk Tingkatkan Imunitas Tubuh?

Ada lagi cara untuk meningkatkan kekebalan tubuh, yaitu menjaga pola makan. Sebuah penelitian terhadap 2.884 petugas kesehatan di Prancis, Jerman, Italia, Spanyol, Inggris, dan AS berkata demikian. Mereka yang mengikuti pola makan nabati dan pescatarian (nabati plus beberapa makanan laut) lebih kecil kemungkinan terinfeksi Covid-19. 

DW melaporkan, orang yang makan pola makan nabati 73% lebih rendah terkena Covid-19 sedang hingga berat. Untuk pola makan pescatarian kemungkinannya menjadi 59%. 

Orang yang makan rendah karbohirat tapi tinggi protein tiga kali lebih mungkin terinfeksi Covid-19 sedang hingga berat, dibandingkan dengan mereka yang diet nabati. Namun, studi ini masih terbatas. Sebanyak 70% pesertanya adalah laki-laki dan 95% berprofesi dokter.

Para peneliti tidak memperhitungkan faktor lain, seperti stres dan waktu tidur. Penelitian ini juga tidak mengontrol dengan tepat seberapa besar petugas kesehatan tersebut terpapar virus corona.

Namun, temuan itu sejalan dengan rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia alias WHO. Manusia membutuhkan mikronutrien dan makronutrien, yang sebagian besar ditemukan pada makanan nabati. 

Mikronutrien adalah vitamin dan mineral. Keduanya berfungsi menjaga sistem kekebalan tubuh. Sedangkan makronutrien memberi energi dan mempertahankan fungsi tubuh. Secara umum makronutrien terbagi tiga kelompok, yaitu karbohidrat, protein, dan lemak. 

WHO merekomendasikan makan makanan mengandung buah-buahan, sayuran, kacang-kancangan, dan biji-bijian. Setiap orang dewasa makan setidaknya lima porsi atau 400 gram buah dan sayuran setiap hari.

Kurangi asupan gula. Batas maksimalnya adalah 12 sendok teh per hari, tapi idealnya hanya enam sendok teh saja. Gula dalam buah dan sayuran tidak termasuk dalam jumlah ini. Untuk asupan garam dibatasi satu sendok teh per hari. 

Yang tak kalah penting adalah asupan asam lemak omega-3. Nutrisi ini banyak ditemukan pada minyak tumbuhan dan biji-bijian dan ikan.

Mikroba juga tak kalah penting. Kumpulan bakteri, jamur, parasit, dan virus yang hidup berdampingan di tubuh ini paling banyak ditemukan di usus. Kehadirannya membantu tubuh mencerna makanan, membuat vitamin penting, melindungi infeksi, dan membentuk imunitas. 

Serat membantu memberi makanan bakteri baik. Makanan probiotik yang mengandung bakteri hidup juga dapat melakukannya. Termasuk di dalam kategori ini adalah makanan fermentasi, seperti kefir, yogurt, kimchi, asinan kubis, acar sayuran, tempe, dan kombucha.