50% Hutan Bakau Rusak, Luhut Targetkan Rehabilitasi Rampung 7 Tahun

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Kawasan hutan bakau (mangrove) dan pesisir yang mengalami abrasi terlihat dari ketinggian, di Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (11/3). Sejumlah titik di garis pantai Kota Semarang mengalami degradasi lingkungan, antara lain dipicu menyusutnya kawasan mangrove akibat konversi lahan menjadi tambak ikan, industri, dan perumahan.
Penulis: Ihya Ulum Aldin
20/9/2018, 17.42 WIB

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan meresmikan gerakan nasional untuk percepatan rehabilitasi hutan bakau di perairan Indonesia. Program percepatan ini dilakukan dengan merangkul para kepala daerah.

”Rehabilitasi bakau yang rusak, perlu dilakukan percepatan karena ekosistem bakau bukan hanya penting bagi masyarakat pesisir, juga bagi dunia,” ujar Luhut dalam sambutannya di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Kamis (20/9). Hutan bakau sangat berperan dalam mengantisipasi pemanasan global dan perubahan iklim.

Program ini tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah pusat. Menurutnya, harus ada sinergi dari setiap kepala daerah untuk serius menangani masalah kerusakan bakau dan merehabilitasinya. Luhut tidak ingin ada lagi perdebatan tanpa solusi di antara kepala daerah mengenai rehabilitasi ini.

(Baca: Jaga Ekosistem Pantai, Masyarakat Diimbau Jaga Hutan Bakau)

"Saya imbau kepada kepala daerah, kalian ini punya peran penting. Saya yakin dalam lima sampai tujuh tahun ini, bisa diselesaikan. Kita harus kompak demi generasi yang akan datang," katanya. Para pakar dari perguruan tinggi juga perlu untuk dilibatkan sebagai basis ilmiah, agar rehabilitas hutan bakau dapat berjalan dengan baik.

Pemerintah juga dinilainya perlu melibatkan seluruh potensi yang dimiliki dalam memperbaiki dan menjaga kelestarian hutan bakau. Misalnya dengan mendorong pihak swasta terlibat dengan memanfaatkan sumber pendanaan dari tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Pendanaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), APBD, serta swadaya masyarakat juga bisa didorong. 

Menurut Luhut perbaikan ekosistem hutan bakau bisa sangat banyak memberi manfaat, salah satunya mencegah bencana tsunami. Bakau juga dinilainya dapat mencegah intrusi air laut, mengikat sedimen serta melindungi garis pantai dari abrasi dan tsunami. Secara ekologis, bakau memiliki fungsi ekologi diantaranya sebagai penyerap polutan, tempat terjadinya daur ulang unsur hara, tempat tinggal aneka biota laut, tempat berkembang biaknya aneka jenis burung, mamalia, reptil dan serangga. 

(Baca: Menteri Susi Dorong Daerah Terbitkan Larangan Buang Sampah Sembarangan)

Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa Kemenko Kemaritiman Agung Kuswandono mengatakan Indonesia memiliki hutan bakau yang luas. Sekitar 23% hutan bakau dunia ada di Indonesia, dari total hutan bakau di dunia, 23%-nya ada di Indonesia. Namun sejak 2015, lebih dari 50% hutan bakau di Indonesia rusak.

"Bakau bisa mendukung pembangunan ekonomi biru, mendukung terciptanya pelabuhan hijau ramah lingkungan, mengurangi emisi gas rumah kaca, hingga mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)," katanya.

Kemenko Kemaritiman akan meminta kepala daerah mendata hutan bakau yang kritis di daerahnya dan mendorong mereka melakukan upaya rehabilitasi. Nantinya, Kemenko akan memonitor dan melakukan penilaian dan apresiasi daerah yang sukses merehabilitasi hutan bakau.