Revisi UU Perikanan, KKP Minta Aturan Penenggelaman Kapal Diperkuat

Arief Kamaludin|KATADATA
FV Viking, kapal penangkap ikan ilegal yang jadi buronan Interpol Norwegia, diledakkan di Perairan Tanjung Batu Mandi, Pangandaran, Jawa Barat, Senin (14/3).
Penulis: Michael Reily
Editor: Ekarina
21/5/2018, 21.00 WIB

Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali melakukan pembahasan terkait Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Salah satu poin yang diminta KKP dalam RUU tersebut adalah mengenai penguatan aturan tentang penenggalaman kapal untuk menjaga kedaulatan wilayah Indonesia dari praktik pencurian ikan.

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Sjarief Widjaja menjelaskan untuk melakukan  penenggelaman kapal, pemerintah masih menunggu keputusan berkekuatan hukum tetap di pengadilan. “Ini yang membutuhkan penajaman supaya penenggelaman kapal tidak mesti menunggu inkrah , tetapi bisa langsung di laut saat ada pelanggaran besar,” kata Sjarief di Jakarta, Senin (21/5).

Menurutnya,  aturan mengenai peneggelaman kapal harus diperkuat karena laut bukan wilayah pengelolaan perikanan kerja sama internasional. Pasalnya, Indonesia tidak memperbolehkan kegiatan eksploitasi dilakukan oleh pihak asing.

(Baca : KKP dan DPR Berdebat atas Revisi UU Perikanan)

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti juga menyatakan revisi UU Perikanan dinilai  penting untuk merubah fundamental peta industri perikanan serta peningkatan kesejahteraan nelayan. KKP mengklaim telah berhasil menakuti 7 ribu kapal asing kembali melaut di perairan Indonesia dengan moratorium dan Peraturan Presiden.

Kapal asing dinilai menghilangkan 50% ruang gerak  rumah tangga nelayan. Menurut catatan KKP dan World Bank, sebelumnya telah terjadi penurunan rumah tangga nelayan dari 1,6 juta unit rumah tangga menjadi 800 ribu unit. Selain itu, ada 105 perusahaan pengekspor ikan dan udang yang gulung tikar akibat kapal asing.

Meski demikian,  masih banyak juga kapal asing ilegal yang belum jera masuk ke perairan Indonesia lantaran aktivitasnya belum banyak diatur dalam UU.  Susi mengatakan, sekitar 700 kapal asing masih beroperasi secara sembunyi di perairan Indonesia. Adapun satu kapal 100 Gross Tonnage (GT), berpotensi merugikan negara sampai Rp 20 miliar. Sehingga perlu tindakan tegas untuk mengatasinya. 

Selain penenggelaman kapal, KKP juga mengusulkanagar wilayah operasi kapal asing  minimal harus berada di luar zonasi 12 mil di luar garis pantai Indonesia. “Nelayan lokal tidak dapat apa-apa karena teknologi asing semakin canggih,” ujar Susi.

(Baca : KKP Siapkan 300 Kapal Bantuan Untuk Nelayan)

Menurutnya, pihak yang disebut nelayan adalah para pelaut lokal yang menggunakan kapal di bawah 5 GT. Pekerja yang melaut di atas kapal 10 GT adalah Anak Buah Kapal (ABK).

Menanggapi usulan KKP, Ketua Komisi Kelautan dan Perikanan DPR Edhy Prabowo mengungkapkan UU masih akan disinkronisasi dengan regulasi  yang berhubungan nelayan supaya tidak terjadi tumpang tindih. Edhy menegaskan rekomendasi KKP bakal diterima DPR selama usulan itu mengakomodir kepentingan nelayan dan pelaku usaha serta memperhatikan kondisi sumber daya alam.

Dia juga menjelaskan penenggelaman kapal bukan menjadi langkah utama KKP. “Harus ada langkah preventif lainnya, kami berharap supaya tidak terjadi lagi penangkapan ikan ilegal,” kata Edhy.

DPR berharap terobosan parlemen dan pemerintah bisa dieksekusi dengan tepat ketika nanti diimplementasikan. DPR juga masih mengumpulkan usulan dari pengusaha dan nelayan agar ada kejelasan aturan bagi semua pihak yang terlibat dalam sektor perikanan dan kelautan.