Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengeluarkan panduan untuk publik dalam mencegah penularan virus Corona melalui laman mereka, who.int. Salah satu panduannya adalah sering mencuci tangan. Karena, menurut WHO, mencuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer dapat membunuh bakteri dan virus. Corona merupakan virus yang menular melalui sentuhan tangan.
Pada dasarnya mencuci tangan dengan sabun memang penting. Bukan hanya mencegah virus Corona, melainkan penyakit-penyakit lain. Centre for Disease Control and Prevention (CDC) pemerintah Amerika Serikat dalam publikasinya berjudul Why Wash Your Hands? menyatakan, mencuci tangan dapat menangkal bakteri penyebab diare dan pneumonia.
Sementara, riset yang diterbitkan The American Journal of Tropical Medicine and Hygiene menyatakan pneumonia dan diare adalah penyebab utama kematian anak-anak pada 2013 dengan angka 1,6 juta jiwa di seluruh dunia. Pneumonia dan diare termasuk komplikasi penyakit dan penyebab kematian pada penderita Corona.
(Baca: Prosedur Lapor SPT di Tengah Darurat Corona, Tenggat Mundur ke April)
Bagaimana Akses Cuci Tangan dengan Sabun di Indonesia?
WHO dan Unicef melakukan riset tahunan bertajuk Joint Monitoring Programme for Water Supply, Sanitation and Hygiene di negara dunia. Melalui program tersebut, mereka menilai pemenuhan fasilitas cuci tangan dasar di masyarakat urban seluruh negara tersebut yang meliputi ketersediaan sabun, tempat cuci tangan dan air bersih.
Untuk regional Asia penelitian dilakukan pada 2017. Indonesia saat itu memiliki 54% masyarakat urban dari total penduduk dan mendapatkan skor indikator 71,60 dari 100 mendapat akses fasilitas cuci tangan dasar. Menempatkan Indonesia di peringkat 17 dari 23 negara di regional Asia. Jauh di bawah Vietnam (92,54), Myanmar (91,95) dan Kamboja (88,24) yang secara berurutan berada di peringkat enam, tujuh dan delapan di Asia.
Data John Hopkins University & Medicine pada 27 Maret menyatakan, korban Corona di Vietnam sebanyak 163 orang, di Myanmar 5 orang, dan di Kamboja 99 orang. Sedangkan kasus positif Covid-19 di Indonesia terus mengalami peningkatan.
Tiga hari terakhir peningkatan jumlah korban di atas 100 orang. Dari kasus pertama pada 2 Maret lalu, peningkatan paling banyak terjadi pada 27 Maret dengan 153 kasus baru. Kini total kasus Corona di negeri ini sebanyak 1046 kasus dengan 46 di antaranya sembuh dan 87 meninggal dunia.
Peningkatan kasus Corona di Indonesia selengkapnya bisa dilihat dalam Databoks di bawah ini:
Sementara data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pada 2017 proporsi populasi di Indonesia yang memiliki fasilitas cuci tangan dengan sabun dan air sebesar 68,16%. Meningkat menjadi 78,87% pada 2018 dan pada 2019 sebesar 76,07%.
Data tahun 2019 menunjukkan provinsi dengan proporsi penduduk berfasilitas cuci tangan dengan sabun dan air tertinggi adalah Bali (88,33%). Provinsi Papua menjadi terendah dengan angka 35,55%. Ini menunjukkan belum ada provinsi di Indonesia yang mencapai angka 90% dan tentu saja mengkhawatirkan di tengah pandemi Corona.
Provinsi DKI Jakarta yang memiliki angka positif Corona terbanyak di Indonesia dengan 598 orang per 27 Maret, berada di posisi 24 dari seluruh provinsi untuk fasilitas cuci tangan menggunakan air dan sabun. Proporsinya sebesar 73,18% dari total populasi DKI Jakarta.
Merespons merebaknya Corona, Pemprov DKI Jakarta telah memasang wastafel portabel di ruang publik, seperti di Stasiun MRT. Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta Hari Nugroho menyatakan, wastafel portabel dilengkapi dengan sabun dan tisu.
"Kami juga mengharapkan partisipasi aktif semua pihak untuk menjaga fasilitas ini," kata Hari melalui keterangan resminya, Senin (23/3).
Pemkot Depok juga memberikan fasilitas wastafel portabel di terminal bus mulai kemarin (27/3) untuk mencegah Corona karena wilayah ini dekat dengan DKI Jakarta. Informasi ini disampaikan melalui akun Instagram resmi Pemkot Depok.
(Baca: WHO Sarankan Jaga Jarak Fisik ketimbang Social Distancing Saat Corona)
Belum Semua Masyarakat Dapat Akses Layanan Sumber Air Minum Layak
Di sisi lain, pemenuhan akses sumber layanan air minum layak bahkan belum mencapai 70% dari total rumah tangga di Indonesia pada 2018 berdasarkan data BPS. Angkanya sebesar 65,28%. Meskipun begitu terjadi peningkatan sebesar 2,53% dari tahun 2017.
Provinsi terendah dalam mendapat akses layanan sumber air minum layak adalah Bengkulu dengan 36,89% dari total rumah tangga. DKI Jakarta menjadi yang tertinggi dengan 88,39% dari total rumah tangga.
Menurut data WHO dan Unicef pada 2017, Indonesia berada di peringkat 38 dari 48 negara Asia dalam warga menggunakan layanan air minum layak dengan skor indikator 89,34 dari 100. Jauh di bawah Singapura yang mendapat skor 100.
Dalam keterangan data tersebut dikatakan, kualitas air minum adalah faktor yang menentukan tingkat kemiskinan, Pendidikan, dan peluang ekonomi di suatu negara. Begitupun kurangnya akses terhadap air minum layak bisa membuat masyarakat suatu negara rentan dari penyakit seperti kolera, diare dan pneumonia.
(Baca: Melihat Praktik Lockdown Corona di Tegal dan Wilayah Lain di Dunia)
Perihal air bersih, Suachman dari Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta dalam keterangannya yang diterima Katadata.co.id pada 22 Maret menyatakan masyarakat miskin masih jauh dari kemampuan mengaksesnya. Menurutnya ini disebabkan swastanisasi air yang mengharuskan masyarakat Rp 6,300-Rp 7,800 per meter kubik. Akibatnya warga seperti di wilayah Rawa Badak, Koja, Jakarta Utara harus bertahan hidup dengan air keruh dan bau karena tak mampu membayarnya.
Kondisi semacam itu, menurut Suachman, akan membuat masyarakat susah mematuhi anjuran mencuci tangan dengan air dan sabun untuk mencegah penularan Corona. Sehingga mereka semakin rentan tertular virus tersebut, khususnya anak-anak dan orangtua.