Khawatir Dirugikan, Petani Sawit Minta Pemerintah Tak Lakukan Lockdown

ANTARA FOTO/YULIUS SATRIA WIJAYA
Ilustrasi, Buruh kerja memanen kelapa sawit di perkebunan kawasan Cimulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (10/9/2019). Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) meminta agar opsi lockdown tidak diambil pemerintah untuk mencegah penyebaran virus corona, karena akan berpengaruh langsung terhadap pendapatan petani sawit.
24/3/2020, 18.39 WIB

Petani kelapa sawit meminta pemerintah tak melakukan karantina wilayah atau lockdown untuk mencegah penyebaran virus corona.

Dalam siaran pers, Selasa (24/3), Sekretaris Jendral Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto mengungkapkan, kebijakan lockdown akan membawa konsekuensi penurunan drastis harga minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO), yang otomatis mengancam penghasilan petani sawit.

Mansuetus menjelaskan, saat ini penghasilan petani sawit sudah berada dalam tekanan, karena penurunan haga Tandan Buah Sawit (TBS). Ia mengatakan, selama ini petani sawit hanya mengandalkan pemasukan dari hasil penjualan TBS untuk diolah menjadi CPO, sehingga penurunan harga memberikan tekanan.

"Pilihan lockdown ini sangat mengkhawatirkan bagi kehidupan petani kelapa sawit, yang sangat bergantung kepada harga CPO dan tidak punya lahan pangan, kecuali kebun sawit itu saja," kata Mansuetus melalui siaran pers, Selasa (24/3).

Ia mengungkapkan, jika pilihan lockdown diambil pemerintah, maka petani akan dirugikan, karena aktivitas tanam dan panen akan dibatasi.

(Baca: Luhut Sebut Pemerintah Kaji Opsi Lockdown Tangani Virus Corona)

Halaman:
Reporter: Tri Kurnia Yunianto