Badan Intelijen Negara (BIN) memprediksi bahwa puncak penyebaran virus corona bakal terjadi pada Ramadan mendatang. Lembaga Biologi Molekuler Eijkman pun meragukan hasil perhitungan yang dilakukan oleh BIN.
Wakil Kepala Eijkman Profesor Herawati Sudoyo mengatakan, untuk memprediksi puncak penyebaran Covid-19 perlu beberapa faktor pendukung seperti pengalaman migrasi virus serta data persebaran virus di masyarakat.
Selanjutnya, Herawati melanjutkan, instansinya membutuhkan logaritma khusus untuk menentukan prediksi dari faktor-faktor pendukung yang didapat. Beberapa institusi di luar negeri, menurut dia, telah menggunakan algoritma khusus tersebut untuk melakukan prediksi penyebaran virus corona.
Namun, Herawati tidak mengetahui seberapa presisi hasil prediksi dari BIN mengenai puncak penyebaran virus corona pada Ramadan mendatang. "Kita memang bisa melakukan prediksi (penyebaran corona), tetapi dari mana perhitungannya (BIN) saya tidak tahu," ujar Herawati saat ditemui di Jakarta, Minggu (15/3).
(Baca: 5 Orang Masih Diperiksa Lantaran Kontak Dekat dengan Pasien Corona)
Herawati menjelaskan, pada umumnya instansi menggunakan teknologi pengenalan (recognation). Lewat teknologi itu, menurut dia, instansi bisa melakukan prediksi atau modeling bagaimana hubungan natara pergerakan manusia dari tempat satu ke tempat lain serta sumber-sumber deteksi.
"Kemungkinan data bisa didapat dari prediksi itu melalui statistical dan matematical data yang dipakai," ujar Herawati. Ia mencontohkan, Harvard juga melakukan modeling yang sama sebelumnya, yaitu ketika meragukan tidak adanya virus corona yang menjangkit Indonesia.
Anggota Komisi IX DPR Saleh P. Daulay mengatakan bahwa pemerintah perlu menyiapkan langkah untuk melindungi rakyat, khususnya terkait prediksi puncak penyebaran virus corona di Tanah Air. Ia mencontohkan, pemerintah perlu menyediakan berbagai kebutuhan pokok yang cukup besar di mana mayoritas umat muslim di Indonesia tengah menjalan ibadah puasa.
"Harus diprediksi (puncak penyebarannya). Itu tidak bisa main-main, makanya (pemerintah) pusat hingga daerah harus mempersiapkannnya," ujar Saleh.
(Baca: Lembaga Eijkman Ungkap 2 Kendala Utama Vaksin Corona: SDM dan Biaya)
Selanjutnya, Saleh mengatakan, pemerintah juga perlu mengantisipasi kemungkinan yang terjadi setelah periode puncak penyebaran virus itu berlalu, yaitu musim persiapan haji pada bulan Juni sampai Juli. Diperkirakan, menurut dia, ada sekitar 230 ribu warga negara Indonesia yang akan berangkat ke Mekkah, Arab Saudi tahun ini.
"Apakah mereka bisa berangkat haji atau tidak? Pemerintah harus terbuka soal itu. Ini persoalan teknsi tetapi penting sekali bahwa perlu diperkirakan, potensi (calon jamaah) haji ini tidak bisa diberangkatkan," ujar Saleh.
Selain itu, Saleh berharap agar melengkapi fasilitas kesehatan yang memadai sebelum melepas para calon jamaah haji tersebut apabila mereka tetap diberangkatkan ke Tanah Suci. Ia menghimbau agar jangan sampai tidak tersedianya alat pelindung diri (APD) hingga tenaga medis. "Itu sesuatu yang fatal sekalia kalau sampai tidak siap," ujar dia.
(Baca: Jumlah Kasus Positif Covid-19 di Indonesia Bertambah Jadi 117 Orang)