Ditopang Harapan Stimulus Ekonomi Global, Harga Minyak Naik 4%

ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid
Kilang Minyak Putri Tujuh milik Pertamina UP II Dumai. harga minyak dunia perlahan naik terdorong optimisme pasar akan dampak pemberian stimulus ekonomi AS dan sejumlah negara.
Editor: Ekarina
11/3/2020, 09.25 WIB

Harga minyak dunia perlahan bangkit setelah penurunan tajam pada awal pekan. Kenaikan  ini dipicu oleh rencana pemberian stimulus ekonomi Amerika Serikat (AS) dan sejumlah negara sehingga mendorong harapan pelaku pasar akan terjadinya peningkatan permintaan. 

Selain wacana pemberian stimulus, produsen minyak AS juga dikabarkan bakal memangkas belanja serta produksi sehingga diharapkan mampu mempengaruhi kenaikan harga minyak. 

(Baca: Harga Minyak Naik 5% Pasca Penurunan Terbesar Sejak Perang Teluk 1991)

Mengutip laman Bloomberg, Rabu (11/3) pukul 08.27 WIB harga minyak Brent untuk kontrak Mei 2020 naik 4,70% ke level US$ 38,97 per barel. Sedangkan harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak April 2020 naik 3,70% ke level US$ 35,63 per barel. 

Adapun pada kemarin, Selasa (10/3) harga minyak sempat naik 8%. 

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menjanjikan langkah besar untuk menyeimbangkan ekonomi AS terhadap dampak wabah corona. Selain AS, pemerintah Jepang juga mengatakan pihaknya berencana untuk menggelontorkan dana lebih dari US$ 4 miliar guna mengani wabah virus corona.

Sementara itu, produsen minyak AS, termasuk Occidental Petroleum Corp (OXY.N) juga mengumumkan bakal memperbesar pemotongan belanja, sehingga mampu mengurangi produksi.

"Respons pemangkasan produksi oleh produsen AS itu akan membantu harga setelah turun tajam Senin lalu," kata John Kilduff, mitra di Again Capital LLC di New York seperti dikutip dari Reuters.

(Baca: Virus Corona Buat Harga Minyak Indonesia Anjlok Jadi US$ 56,61/Barel)

Seperti diketahui, harga minyak dunia anjlok sekitar 25% pada perdagangan Senin (9/3). Namun, harga minyak kembali bangkit bersamaan dengan ekuitas dan pasar keuangan lainnya. 

Kejatuhan harga minyak mengejutkan pelaku pasar lantaran persentasenya yang signifikan, setelah perang Teluk pada 1991.  Anjloknya harga minyak dipicu oleh perang harga antara Rusia dan Arab Saudi. 

Keduanya bersikeras akan meningkatkan produksi minyak pada akhir pekan, setelah perundingan kedua negara serta produsen minyak utama lainnya terkait kesepakatan pembatasan pasokan gagal tercapai.

CEO Saudi Aramco Amin Nasser meningkatkan ketegangan dengan rencanya memasok 12,3 juta barel per hari (bph) pada April, jauh di atas tingkat produksi saat ini sebesar 9,7 juta barel per hari.

Di sisi lain, Menteri Perminyakan Rusia Alexander Novak mengatakan, dirinya tak mengesampingkan langkah-langkah bersama dengan OPEC untuk menstabilkan pasar. Pertemuan OPEC + berikutnya akan direncanakan Mei-Juni.

Namun, pernyataan tersebut langsung dibalas Menteri Energi Arab Saudi yang mengatakan pertemuan OPEC + pada Mei-Juni tak perlu digelar jika tidak ada kesepakatan mengenai langkah-langkah penanganan dampak virus corona terhadap permintaan dan harga minyak.

"Saya gagal melihat kebijaksanaan untuk mengadakan pertemuan pada Mei-Juni yang hanya akan menunjukkan kegagalan kita dalam memperhatikan apa yang seharusnya dilakukan saat krisis seperti ini dan mengambil langkah yang diperlukan," kata Pangeran Abdulaziz bin Salman.

Reporter: Verda Nano Setiawan